Lonjakan pasien COVID-19 yang sangat tinggi membuat sebuah rumah sakit di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengalami over kapasitas, yakni Rumah Sakit Keluarga Sehat (RS KSH) Pati yang berada di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo, Pati.
Pantauan detikcom pada Senin (7/6/2021), terjadi antrean pasien di ruang IGD rumah sakit setempat. Para pasien yang dinyatakan positif COVID-19 itu, menunggu di luar ruangan untuk mendapatkan runag perawatan.
Direktur RS KSH Pati, dr Kelvin Kurniawan menyebut, tercatat ada sebanyak 72 pasien COVID-19. Namun, kapasitas ruangan hanya dapat memuat sebanyak 57 orang pasien.
"Pada saat ini total pasien yang kami rawat ada sebanyak 72 pasien, 31 pasien berasal dari Kudus, dan 36 pasien dari Kabupaten Pati, dan 4 pasien dari kabupaten lainnya. KSH sendiri menyediakan 57 tempat tidur, sehingga melihat dari jumlah pasien artinya sudah over kapasitas," kata Kelvin kepada wartawan di RS KSH Pati, Senin (7/6/2021).
Kelvin menyebut, lonjakan pasien memang berpengaruh dari kondisi kasus COVID-19 kabupaten tetangga, yakni Kudus. Selain dari Kabupaten tersebut, juga pasien dari Kabupaten Pati sendiri mengalami kenaikan.
Atas kondisi itu, ia mengaku pihak rumah sakit telah berupaya untuk melakukan penambahan ruang perawatan. Dengan menggunakan sisa ruang yang tak terpakai, menjadi ruang transit perawatan darurat.
"Kami telah mengantisipasi, dengan menambah kapasitas kami, dengan membuat ruang transit untuk bisa tetap melayani pasien di IGD, menggunakan beberapa tempat seperti eks parkir ambulance yang layak bagi pasien transit di sana," paparnya.
Berdasarkan data website resmi covid19.patikab.go.id, total warga Kabupaten Pati pasien suspek dirawat ada sebanyak 121 orang, dan yang masih konfirmasi sebanyak 65 orang. Sementara yang hingga kini dalam perawatan status positif COVID-19 sebanyak 175 orang pasien.
https://maymovie98.com/movies/elysium-3/
Nestle Indonesia Buka Suara soal 'Bocoran' 60 Persen Produk Tak Sehat
Pernyataan produk 'Nestle tidak sehat' belakangan ramai jadi perbincangan. Hal ini berawal dari sebuah laporan Financial Times terkait dokumen internal Nestle.
Tak terima dengan laporan FT yang menyebut 60 persen produk Nestle tidak sehat, Direktur Corporate Affairs Nestle Indonesia kemudian angkat bicara. Debora R Tjandrakusuma membantah laporan tersebut, menegaskan analisis FT terkait dokumen internal tak akurat.
"Analisis internal yang disajikan dalam berita tersebut hanya mencakup sebagian portofolio produk-produk kami dan tidak mencakup produk gizi bayi/anak. gizi khusus, makanan hewan peliharaan, dan kopi. Sehingga angka dalam analisis tersebut tidak akurat," katanya, dikutip dari detikFinance, Senin (7/6/2021).
"Secara global, kami telah meluncurkan 4.000+ produk-produk bergizi yang membantu memberikan pilihan yang baik kepada keluarga," lanjutnya, mengklarifikasi pernyataan produk nestle tidak sehat.
Lantas bagaimana dengan produk di Indonesia?
Lebih lanjut, Debora mengaku produk yang beredar di Indonesia selalu mengantongi izin edar BPOM, sehingga bisa dipastikan tak ada produk Nestle tidak sehat. Meski begitu, ia juga menjelaskan Nestle terus berupaya mengurangi kandungan gula, garam, hingga lemak.
"Beberapa produk-produk minuman siap konsumsi kami telah memenuhi standar yang ditetapkan BPOM untuk mencantumkan logo Pilihan Lebih Sehat," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, dokumen internal merinci beberapa produk Nestle tak sehat yang dinilai tak mencapai ambang batas standar produk sehat Australia Health Rating System.
Produk Nestle tidak sehat atau tak mencapai ambang batas standar tersebut di antaranya 96 persen dari minuman Nestle, tak termasuk pure coffee. Kemudian, 99 persen dari portfolio permen dan es krim. Laporan ini memang tak mencakup susu formula bayi, makanan hewan, hingga kopi.
Adapun produk Nestle yang standarnya mencapai ambang batas Australia Health Rating System disebut dalam laporan FT mencakup 82 persen produk minuman dan 60 persen produk susu.
TERUSKAN MEMBACA, KLIK DI SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar