Pernyataan produk 'Nestle tidak sehat' belakangan ramai jadi perbincangan. Hal ini berawal dari sebuah laporan Financial Times terkait dokumen internal Nestle.
Tak terima dengan laporan FT yang menyebut 60 persen produk Nestle tidak sehat, Direktur Corporate Affairs Nestle Indonesia kemudian angkat bicara. Debora R Tjandrakusuma membantah laporan tersebut, menegaskan analisis FT terkait dokumen internal tak akurat.
"Analisis internal yang disajikan dalam berita tersebut hanya mencakup sebagian portofolio produk-produk kami dan tidak mencakup produk gizi bayi/anak. gizi khusus, makanan hewan peliharaan, dan kopi. Sehingga angka dalam analisis tersebut tidak akurat," katanya, dikutip dari detikFinance, Senin (7/6/2021).
"Secara global, kami telah meluncurkan 4.000+ produk-produk bergizi yang membantu memberikan pilihan yang baik kepada keluarga," lanjutnya, mengklarifikasi pernyataan produk nestle tidak sehat.
Lantas bagaimana dengan produk di Indonesia?
Lebih lanjut, Debora mengaku produk yang beredar di Indonesia selalu mengantongi izin edar BPOM, sehingga bisa dipastikan tak ada produk Nestle tidak sehat. Meski begitu, ia juga menjelaskan Nestle terus berupaya mengurangi kandungan gula, garam, hingga lemak.
"Beberapa produk-produk minuman siap konsumsi kami telah memenuhi standar yang ditetapkan BPOM untuk mencantumkan logo Pilihan Lebih Sehat," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, dokumen internal merinci beberapa produk Nestle tak sehat yang dinilai tak mencapai ambang batas standar produk sehat Australia Health Rating System.
Produk Nestle tidak sehat atau tak mencapai ambang batas standar tersebut di antaranya 96 persen dari minuman Nestle, tak termasuk pure coffee. Kemudian, 99 persen dari portfolio permen dan es krim. Laporan ini memang tak mencakup susu formula bayi, makanan hewan, hingga kopi.
Adapun produk Nestle yang standarnya mencapai ambang batas Australia Health Rating System disebut dalam laporan FT mencakup 82 persen produk minuman dan 60 persen produk susu.
TERUSKAN MEMBACA, KLIK DI SINI
https://maymovie98.com/movies/the-big-boss/
Siap-siap! Menkes Peringatkan COVID-19 Masih Akan Naik Sampai Awal Juli
Dampak libur lebaran dan musim mudik mulai terasa, kasus COVID-19 meningkat di sejumlah wilayah Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan, kenaikan ini masih akan berlanjut.
"Berdasarkan pengalaman kita sebelumnya, puncak dari kenaikan kasus terjadi 5-7 minggu sesudah liburan," kata Menkes Budi dalam jumpa pers, Senin (7/6/2021).
"Perkiraan kita, kita masih akan melihat adanya kenaikan kasus ini sampai akhir bulan ini atau awal bulan depan," tegasnya.
Kenaikan kasus COVID-19 yang terjadi beberapa waktu belakangan memberikan beban ekstra bagi layanan kesehatan di sejumlah wilayah. Di Kudus, Jawa Tengah, keterisian rumah sakit meningkat dari 40-an persen menjadi 350-an persen dalam 1,5 pekan terakhir.
Kondisi yang sama juga terjadi di Bangkalan, Madura. Menkes Budi menyebut, keterisian ruang isolasi melonjak dari 10-an persen menjadi 70-an persen hingga80-an persen dalam 1,5 pekan terakhir.
Langkah untuk mengurai beban layanan kesehatan dilakukan dengan merujuk pasien ke kota terdekat. Pasien dari Kudus dirujuk ke Semarang, sedangkan dari Bangkalan dirujuk ke Surabaya.
"Alhamdulillah kapasitas rumah sakit di Semarang dan juga di Surabaya itu cukup untuk menerima rujukan dari daerah Kudus dan Bangkalan," papar Menkes Budi.
Menkes Budi juga menyoroti banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 saat bertugas. Di Kudus misalnya, 300-an tenaga kesehatan sudah terpapar meski kondisinya relatif baik karena sudah terlindungi oleh vaksinasi COVID-19.
"Termasuk satu orang dokter spesialis yang usianya 70 tahun yang juga terpapar, alhamdulillah kondisinya juga baik," kata Menkes Budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar