Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan akan memberlakukan penguncian wilayah atau lockdown nasional selama dua pekan mulai hari ini Jumat (25/9/2020), untuk menghadapi gelombang kedua virus Corona COVID-19.
"Gelombang kedua dari virus Corona menyerang seluruh dunia. Itu juga menyerang kita. Angka kasus di Israel meningkat, jumlah yang sakit parah juga meningkat, pun demikian dengan jumlah meninggal," kata Netanyahu, seperti dikutip dari laman Reuters.
"Jika kita tidak mengambil langkah cepat dan sulit, kita akan mencapai ujung jurang," tambahnya.
Israel kembali melakukan lockdown yang kedua selama pandemi Corona. Karena jumlah kasus baru hampir setiap hari telah mencapai hampir 7.000 kasus baru dengan populasi penduduk sebanyak 9 juta jiwa.
Pembatasan baru ini mengharuskan semua bisnis dan tempat kerja setidaknya selama dua minggu ditutup mulai hari ini. Setelah lockdown selama dua pekan, Netanyahu berharap bisa memperpanjang kebijakan tapi dengan beberapa pelonggaran.
Meski demikian, Israel diketahui mendapat pujian luas karena bergerak cepat dalam menangani wabah virus Corona. Pemerintah langsung menyegel perbatasannya dan memberlakukan penguncian yang ketat.
Kementerian Kesehatan Israel mengungkapkan bahwa setidaknya ada sekitar 658 pasien COVID-19 dalam kondisi kritis. Sementara jumlah kematian kumulatif akibat virus Corona di Israel tercatat mencapai 1.317 orang.
Sebelumnya, lockdown pertama dilakukan pada bulan Maret lalu yang berakhir pada bulan Mei.
Panas! China Balas Komentar AS Soal Penanganan Pandemi COVID-19
China mengecam Amerika Serikat pada pertemuan tingkat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas kritiknya terhadap pandemi COVID-19. Duta besar China untuk PBB, Zhang Jun, menyerang balik AS dengan menyebut mereka telah menciptakan banyak masalah bagi dunia.
Pernyataan Zhang disampaikan sebagai kecaman terhadap pidato Presiden Donald Trump yang menyebut 'virus China' merujuk pada virus corona COVID-19.
"Saya harus mengatakan cukup, sudah cukup! Anda telah menciptakan cukup banyak masalah bagi dunia," kata Zhang dalam pertemuan DK PBB melalui konferensi pers yang dihadiri oleh beberapa kepala negara, dikutip dari CNN, Jumat (25/9/2020).
"AS memiliki hampir 7 juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 200 ribu kematian saat ini. Dengan teknologi dan sistem medis paling canggih di dunia, mengapa AS ternyata memiliki kasus dan kematian yang paling banyak yang dikonfirmasi?," tambahnya.
Zhang juga mengatakan jka AS yang seharusnya menjadi pihak untuk dimintai pertanggungjawaban terkait penganan buruk pandemi virus corona. Komentarnya ini didukung antusias oleh Rusia.
Duta Besar AS, Kelly Craft membuka pertemuan tersebut dengan nada marah ketika merespons pernyataan Zhang.
"Saya sebenarnya sangat malu dengan Dewan ini, anggota Dewan yang mengambil kesempatan ini untuk fokus pada dendam politik daripada masalah kritis yang ada. Ya ampun," ungkapnya.
Trump dalam pidatonya pada hari Selasa telah menuntut China karena ia menganggap negara tersebut menyebarkan "wabah" COVID-19 ke dunia. Tanggapan Trump terhadap pandemi, yang secara provokatif dia sebut sebagai "virus China", telah dianggap sebagai masalah politik menyusul pemilihan umum presiden AS yang akan diselenggarakan November mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar