Kamis, 24 September 2020

Asyiknya, Pengantin Baru di Jepang Bisa Dapat Uang Kompensasi Rp 84 Juta

  Angka kelahiran bayi yang rendah mulai membuat pemerintah Jepang khawatir. Hal ini dipicu semakin banyaknya kalangan millennial dan Gen Z yang enggan menikah.

Seperti dikutip dari Soranews24, generasi muda Jepang saat ini lebih memilih menghabiskan waktu bersama karakter virtual maupun fiksi. Misalnya wanita di anime atau video game, yang mereka anggap sebagai 'kekasih', ketimbang manusia sungguhan.


Kondisi ekonomi juga ikut memperkuat alasan kaum muda tidak ingin menikah. Berkeluarga dan punya anak menurut mereka hanya akan menambah beban hidup atau menghalangi karier. Sebab fenomena yang terjadi di Jepang saat ini, anak mudaa sangat mementingkan bisa mapan secara finansial.


Melihat akar masalah dari rendahnya tingkat kelahiran ini adalah masalah finansial, pemerintah Jepang pun memberlakukan kebijakan baru. Bagi pasangan yang bersedia menikah akan diberikan kompensasi atau hibah sebesar 600 ribu yen atau sekitar Rp 84 juta.


Kompensasi itu diharapkan bisa membantu pasangan bernapas lebih lega saat memperhitungkan bujet untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan begitu diharapkan pasangan menikah ini nantinya tak ragu lagi untuk memiliki momongan.


Program pemerintah ini sebelumnya sudah digalakkan. Namun untuk tahun ini kompensasinya ditambah dua kali lipat dari 300 ribu yen menjadi 600 ribu yen.


Tapi ada syarat yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan kompensasi tersebut. Pengantin baru harus berusia 34 tahun atau lebih muda, baik suami maupun istri, dengan penghasilan gabungan 4,8 juta yen (sekitar Rp 678 juta) atau kurang.


Namun tidak menutup kemungkinan di tahun berikutnya syarat usia menikah untuk mendapatkan kompensasi bertambah. Pengantin baru yang menikah di usia 39 tahun dan memiliki penghasilan gabungan 5,4 juta yen, masih bisa menerima uang kompensasi.


Pemerintah Jepang berharap program ini sudah bisa dimulai April 2020 mendatang.

https://indomovie28.net/denial-2/


Sneakers Eceng Gondok Pekalongan Mendunia, Diekspor ke Swiss


 Sneakers berbahan kulit atau kanvas mungkin sudah terlalu mainstream. Bagaimana dengan sneakers yang terbuat dari eceng gondok?

Terlepas dari citra buruknya sebagai gulma, eceng gondok atau Eichhornia crassipes juga memiliki nilai ekonomis tersendiri karena bisa diolah menjadi serat untuk tenun.


Banyak desainer fashion yang sudah melirik tenun eceng gondok. Priyo Oktaviano pernah merilis koleksi pakaian kekinian yang terbuat dari tenun tersebut lima tahun silam di IPMI Trend Show 2014.


Setelah pakaian, kini muncul sneakers berbahan tenun eceng gondok keluaran jenama lokal bernama Pijakbumi.


"Ini mungkin pertama di dunia, karena bahan ini lebih lumrah untuk kain pakaian. Entah itu baju atau outerwear, sudah cukup banyak. Namun di sepatu, sejauh ini kami belum pernah melihat. Correct me if I'm wrong," ungkap Rowland Asfales, pendiri dan desainer Pijakbumi kepada Wolipop detikcom, Rabu (23/9/2020).


Berdiri sejak 2016, Pijakbumi mengusung konsep produk sepatu yang sustainable atau ramah lingkungan dalam garis desain yang kekinian.


DNA merek tersebut rupanya mendapat perhatian dari penyelenggara MICAM, sebuah pameran sepatu terbesar berskala internasional yang rutin digelar dua kali setahun di Milan, Italia.


Pijakbumi lantas mendapat kesempatan untuk memamerkan produk mereka di MICAM 2020 awal tahun ini. Pameran perdana mereka di MICAM mendapat sambutan positif dari pengunjung dan buyers.

https://indomovie28.net/krampus-origins/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar