Dokter forensik RS Polri telah melakukan pemeriksaan luar-dalam terhadap jenazah editor Metro TV, Yodi Prabowo, yang ditemukan tewas di pinggir tol JORR Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Setelah dilakukan screening narkoba pada urinenya, hasilnya ditemukan positif mengandung amphetamine.
"Kami melakukan pemeriksaan screening narkoba di dalam urine, kami temukan kandungan amfetamin positif," kata Arif Wahyono, dokter spesialis forensik di Instalasi Dokfor RS Polri dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/7/2020).
Apa sih amphetamine itu?
Amphetamine (amfetamin) atau dikenal juga sebagai sabu-sabu adalah jenis obat stimulan yang bekerja di sistem saraf pusat. Obat ini akan mempercepat sinyal yang berasal dari otak menuju ke seluruh tubuh. Beberapa jenis obat ini juga digunakan untuk mengobati ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder) dan narkolepsi.
Mengutip Medical News Today, amphetamine bisa meningkatkan libido, kontrol negatif, kekuatan otot, meningkatkan kesadaran, dan mengurangi kelelahan. Dua jenis amphetamine yang paling banyak dikenal, yaitu MDMA (Metil Dioksi Metamfetamin) atau biasa dikenal dengan nama ekstasi dan metamfetamin.
Amphetamine juga menyebabkan efek samping jika disalahgunakan, seperti menyebabkan jantung berdebar, pingsan, stroke, serangan jantung, halusinasi, hingga kematian. Efek lainnya bisa menurunkan nafsu makan hingga kehilangan berat badan yang signifikan.
Jika digunakan terlalu lama, obat amphetamine ini bisa menyebabkan adiksi atau kecanduan.
Terpopuler Sepekan: Klaster Gowes dan Ancaman Corona Saat Kumpul Pesepeda
Beberapa waktu lalu, 21 tenaga kesehatan di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Blitar, positif virus Corona. Mereka diduga tertular virus Corona dari komunitas gowes.
Menanggapi hal ini, dr Risayogi Sitorus, dokter sekaligus pegiat olahraga sangat menyayangkan karena masih banyak pegowes yang mengabaikan protokol kesehatan. Menurutnya, hal ini terjadi saat mereka berkerumun dan lanjut melakukan kegiatan lain setelah bersepeda.
"Dipamerkan di media sosial, orang lihat dan ikut-ikutan. Makin ramai, pelanggaran terjadi, berkumpul menjadi lebih dari lima orang," jelas dr Risayogi pada detikcom, beberapa waktu lalu.
"Akhirnya makin kencang, formasi bersepeda lebih rapat. Intensitas makin tinggi, akhirnya lepas masker. Intensitasnya tinggi, rapat, lebih dari lima orang, dan ramai," lanjutnya.
Masih banyak pegowes bandel
Menurut dr Risayogi, kebanyakan pegowes bukannya tidak mengetahui protokol kesehatan yang berlaku saat ini. Tetapi, mereka hanya mendengarnya sebagai imbauan semata tanpa mau menerapkannya dengan benar.
"Akibatnya, banyak yang nggak ikutin protokol. Ironisnya, komunitas internal yang merupakan orang-orang RSUD yang dalam lingkungan berisiko tinggi jadi menyebarkan di antara mereka juga. Sayangnya, tidak memberikan contoh, padahal merupakan tenaga kesehatan," tegasnya.
Kelalaian seperti ini dikisahkan juga oleh Ulfa, salah seorang pegowes dari komunitas gowes yang diduga menjadi sumber penularan terhadap 21 tenaga kesehatan RSUD Ngudi Waluyo, Blitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar