Setelah merilis Mi 11 pada akhir Desember lalu, kini Xiaomi sudah mulai menjual ponsel flagship terbarunya itu, dan angka penjualannya terbilang besar.
Pada 1 Januari lalu, Xiaomi menjual 350 ribu unit Mi 11 dalam waktu lima menit di China. Transaksi penjualan tersebut nilainya mencapai 1,5 miliar yuan, atau sekitar Rp 3,2 triliun.
Mungkin perbandingan antara harga dan spesifikasi Mi 11 menjadi daya tarik utama para pembeli ponsel flagship Xiaomi tersebut, demikian dikutip detikINET dari GSM Arena, Sabtu (2/1/2021).
Mi 11 adalah ponsel dengan layar 6,81 inch 1440p dengan panel AMOLED yang punya refresh rate 120Hz. Layar ini mendapat rating A+ dari DisplayMate.
Soal kamera, di belakang ada tiga kamera yang terdiri dari kamera utama 108 megapixel, kamera ultrawide 13 megapixel, dan kamera makro 5 megapixel. Sementara kamera depannya adalah 20 megapixel, tersimpan dalam hole punch di layarnya.
System on a chip (SoC) yang dipakai adalah Snapdragon 888, dengan pilihan RAM 8/12 GB dan pilihan storage 128/256 GB. Baterainya 4600 mAh dan didukung charger 55W lewat kabel dan 50W secara wireless.
Sistem operasi Mi 11 adalah Android 11 dalam bentuk MIUI 12.5 terbaru. Oh ya, Xiaomi adalah ponsel pertama dengan Snapdragon 888 yang dirilis ke pasaran.
Mi 11 varian dasar dengan konfigurasi 8GB/128GB dijual di China dengan harga 3.999 Yuan atau sekitar Rp 8,7 juta. Tapi siapa sangka biaya produksi ponsel ini sama dengan iPhone 12 yang jauh lebih mahal.
Hal ini diungkap oleh analis dan mitra Xiaomi Pan Jiutang. Dalam postingannya di Weibo, Pan mengatakan biaya produksi Mi 11 tidak berbeda dengan iPhone 12.
Sebagai perbandingan, iPhone 12 varian 128GB dijual dengan harga 6.799 Yuan di China atau kisaran Rp 14,7 juta. Harga ini 2.800 Yuan lebih mahal dibandingkan Mi 11.
https://cinemamovie28.com/movies/year-of-the-jellyfish/
Sudah 2021, Jutaan Orang Masih Belum Move On dari Windows 7
- Jutaan pengguna Windows 7 belum mengupgrade perangkat mereka ke versi yang lebih baru, bahkan setelah hampir setahun Microsoft menghentikan sistem operasi yang sudah berumur satu dekade tersebut.
Untuk diketahui, Microsoft tak lagi mengupdate software keamanan untuk penginstalan Windows 7 pada 14 Januari 2020. Langkah ini segera diikuti oleh banyak vendor pihak ketiga yang juga menghentikan dukungan untuk sistem operasi tersebut, tak lama setelah Microsoft mengumumkannya.
Kini, seiring kian mendekati datangnya peringatan pertama mengenai berakhirnya dukungan, salah satu penulis tentang Windows yang produktif, Ed Bott, mengumpulkan sejumlah data untuk menyimpulkan bahwa sementara jumlah instalasi Windows 7 sudah pasti turun dalam dua belas bulan terakhir, masih ada lebih dari 100 juta PC yang masih menjalankan Windows 7.
Lebih mengkhawatirkan lagi, seperti dikutip dari TechRadar, Bott berpikir bahwa jumlah sebenarnya mungkin bisa jauh lebih tinggi. Tahun lalu, Bott berkonsultasi dengan beberapa ahli analitik dan sampai pada kesimpulan bahwa sekitar 200 juta PC di seluruh dunia masih akan terus menjalankan Windows 7 bahkan setelah Microsoft berhenti mengupdate pembaruan keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar