Rabu, 04 Maret 2020

Banyuwangi di Mata Ustaz Yusuf Mansur

Beberapa waktu lalu Ustaz Yusuf Mansur sempat jalan-jalan dan berdakwah ke Banyuwangi. Ini katanya tentang pariwisata Banyuwangi.

Hadir dalam acara peluncuran Majestic Banyuwangi Festival 2019 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Selasa malam (29/1/2019) kemarin malam, Ustaz Yusuf Mansur menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Banyuwangi.

"Setiap destinasi di Banyuwangi punya cerita. Kemarin saya ke Bangsring. Saya lihat yang tadinya pengebom bisa bertobat. Subhanallah," ujar Ustaz Yusuf Mansur dalam pidatonya usai membaca doa.

Diketahui, dulunya perairan Bangsring menjadi lokasi penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan jenis potasium sianida.

Pengeboman ini membuat ekosistem di bawah laut Bangsring seperti terumbu karang rusak parah, yang akhirnya menurunkan populasi ikan secara drastis.

Namun, di tahun 2008 pengelola Rumah Apung Bangsring sekaligus ketua kelompok nelayan Bangsring Samudra Bakti, Ikhwan Arief mulai mengajak para nelayan di sana untuk berhenti menggunakan bom ikan dan beralih ke cara yang lebih ramah lingkungan.

Berkat upaya konservasi yang dilakukan tersebut, pada tahun 2014 lalu kelompok nelayan pimpinan Ikhwan mendapatkan bantuan rumah apung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rumah apung inilah yang kini dikembangkan sebagai destinasi wisata oleh para nelayan.

Sekiranya itulah cerita di balik Rumah Apung Bangsring di Banyuwangi yang dipuji oleh Ustaz Yusuf Mansur. Ke depannya, ia ingin lebih terlibat dalam sejumlah program yang diusung oleh pihak Pemkot Banyuwangi.

"Saya bangga sekali jadi sebutir debu yang nanti bisa sama-sama bangun Banyuwangi," ujar Ustaz Yusuf Mansur.

Sudah Tahu? Ada Taman Miniatur Kereta Api di Bandung

Bandung memang selalu menjadi destinasi menarik untuk liburan singkat. Main ke Floating Market Lembang, kamu bisa lihat Taman Miniatur Kereta Api lho.

Pada saat berkunjung ke Floating Market beberapa waktu yg lalu, saya sempat terkejut saat mendengar suara kereta api yg cukup kencang, setelah saya telusuri ternyata asalnya dari arah Taman Miniatur Kereta Api.

Untuk mengobati rasa penasaran, saya pun mencoba masuk ke dalamnya. Untuk masuk ke dalam taman miniatur kereta api, kita harus membayar lagi tiket sebesar Rp. 20.000, bisa dengan koin Floating Market ataupun dibayar secara tunai.

Pada saat masuk ke dalam, saya cukup terkagum-kagum dengan miniatur kereta api yang sedang berjalan mengelilingi area yang cukup luas. Tidak hanya kereta api, namun terdapat juga miniatur stasiun, jembatan, dan kawasan pedesaan yang dilalui jalur kereta api.

Beberapa objek menarik di sekitar Bandung seperti teropong Boscha pun juga terdapat miniaturnya di sini.

Miniatur kereta api dikendalikan oleh operator dari suatu ruangan khusus. Sementara suara mesin kereta api yg cukup kencang ternyata berasal dari loudspeaker yang terpasang di sekeliling kawasan taman kereta api mini.

Miniaturnya dibuat sangat detail dengan skala 1:24. Jika datang bersama si kecil, tentu akan sangat senang sekali sambil memperkenalkan anak tentang kereta api.

Setelah puas berkeliling taman kereta api mini, terdapat souvenir shop yang menjual aneka miniatur kendaraan yang menarik. Seperti mobil mini dan pastinya kereta api mini mulai dari lokomotif sampai gerbongnya. Kamu sudah ke sini?

Terpesona Kota Tua Ipoh yang Menawan

 Malaysia bukan cuma punya batu cave. Di sana juga ada kota tua cantik nan eksotis, inilah Ipoh yang jadi ibukota Kerajaan Perak.

Akhir pekan memang waktu yang tepat untuk jalan-jalan ke negeri jiran, terlebih setelah penat melaksanakan tugas luar kota ke Batam. Tujuan saya kali ini adalah Ipoh dan Kuala Kangsar karena kota ini relatif jarang dikunjungi oleh wisatawan Indonesia.

Selain itu Ipoh terkenal sebagai kota eks-tambang timah, seperti Kep. Babel, namun sekarang menjadi ibukota Kerajaan Perak yang menjadi bagian dari Federasi Malaysia.

Dari Batam saya naik ferry menuju Stulang Laut, lalu perjalanan dilanjutkan ke Terminal Larkin Sentral, Johor Bahru. Dari terminal inilah seluruh bis tujuan kota-kota besar di Malaysia diberangkatkan.

Sebenarnya sih ingin naik kereta api, namun karena tidak ada rute langsung ke Ipoh terpaksa saya harus naik bis menuju KL sebelum berganti kereta ke Ipoh.

Dari Johor kurang lebih lima jam perjalanan melalui Lebuh Raya Utara Selatan (Jalan Tol Trans Semenanjung Malaya) menuju TBS (Terminal Bersepadu Selatan) di KL. Lalu perjalanan dilanjutkan menggunakan komuter ke stasiun KL Sentral sebelum menaiki kereta api ETS ke Ipoh.

Seperti di Indonesia, tiket KA di Malaysia juga harus dipesan jauh hari, dan sayapun dapat tiket malam hari karena baru pesan tiga hari sebelum perjalanan.

Perjalanan dimulai pukul 21.10 dan tiba pukul 00.30 waktu setempat di stasiun Ipoh. Gerbongnya sendiri agak mirip Kereta Premium Ekonomi KAI, namun dibuat seperti kereta komuter jarak jauh, jadi tidak ada loko tersendiri melainkan menggunakan tenaga listrik untuk menghela kereta.

Modelnya mirip Shinkansen namun kecepatannya maksimal hingga 140 km per jam karena kondisi rel dan jalur yang dilalui tidak aman untuk kecepatan lebih dari itu.

Setiba di Ipoh saya langsung kagum dengan bangunan stasiun tua yang masih dipertahankan, mirip seperti stasiun Gubeng. Bangunan ini dibangun pada masa penjajahan Inggris dari tahun 1914 hingga 1917. Dijuluki sebagai Taj Mahal oleh penduduk lokal karena bentuknya yang mirip ikon wisata India tersebut.

Di depan stasiun juga terdapat bangunan tua Dewan Bandaraya Ipoh. Ini semacam gedung pertemuan atau aula untuk menyelenggarakan acara besar seperti pernikahan atau konferensi.

Awalnya bangunan ini didirikan sebagai kantor pos oleh arsitek yang sama dengan pembangun stasiun kereta api Ipoh, A.B. Hubback pada tahun 1914-1916. Seiring perkembangan zaman, fungsi bangunan ini berubah menjadi kantor polisi, sebelum akhirnya menjadi aula, termasuk saat Kongres Parti Kebangsaan Melayu tahun 1945.

Saya sendiri menginap tak jauh dari stasiun, tepatnya di jantung kota tua Ipoh. Esok paginya saya mulai menyusuri kota tua sambil menikmati kopi pagi di sebuah kedai.

Uniknya kedai-kedai kopi yang terhampar di area kota tua pelanggannya hampir semua keturuan Tionghoa, termasuk pemiliknya. Saya sendiri jadi agak risih karena satu-satunya tamu berkulit sawo matang, dan hanya ada satu dua turis asing bule di dalamnya.

Seperti Penang dan Malaka, kota tua Ipoh relatif masih terpelihara dengan baik, nyaris tak ada perubahan bentuk bangunan kecuali papan nama dan beberapa aksesoris yang menempel pada bangunan.

Saya juga baru tahu ternyata kedai kopi terkenal Old Town White Coffee berasal dari sini, dan sayapun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati kopi lagi setelah berkeliling kota tua.

Selain bangunan pertokoan, terdapat juga bangunan tua sekolah St. Michel dan Masjid India yang terletak bersebelahan, tepat di depan alun-alun kota atau disebut Padang Ipoh. Nyaris tak ada bangunan baru di kawasan kota tua, kecuali beberapa hotel dan perkantoran yang diizinkan untuk dipugar menjadi bangunan modern.

Sebelum kembali ke penginapan, saya sempatkan mampir di Tugu Peringatan Birch untuk mengenang Residen pertama Inggris untuk Ipoh, James W.W. Birch yang terbunuh dalam perang melawan Kesultanan Perak. Tugu ini terletak persis di belakang bangunan Dewan Bandaraya Ipoh dan di sebelahnya terdapat medan selera alias food court.

Ipoh juga dikenal akan muralnya, namun saya tak sempat melihat seluruh mural yang terhampar di dinding-dinding bangunan tua. Hanya beberapa mural saja yang sempat saya ambil gambarnya karena kebetulan dilewati saat berkeliling kota tua.

Setelah sekitar tiga jam berkeliling kota tua, saya kembali ke penginapan untuk besiap-siap check out menuju Kuala Kangsar. Dari penginapan saya berangkat ke terminal Medan Kidd yang letaknya tak jauh dari stasiun Ipoh untuk menunggu bis tujuan Kuala Kangsar.