Selasa, 03 Maret 2020

Balingkang Kintamani Festival Targetkan Ribuan Turis China

 Balingkang Kintamani Festival akan memeriahkan liburan Imlek bagi para turis di Pulau Dewata. Festival ini ditargetkan bakal menarik ribuan wisatawan asal China.

Balingkang Kintamani Festival akan digelar dalam bentuk parade budaya di Batur, Kintamani, Bali. Kisah yang diangkat yaitu tentang cinta segitiga antara Raja Jaya Pangus, dengan Putri Kang Cing We dari Tiongkok, dan Dewi Danu.

Kisah cinta segitiga antara raja dari Bali dengan putri dari China ini dinilai bakal menggaet dan lebih berkesan di hati para turis. Parade budaya ini juga diharapkan bisa mengenalkan Kintamani sebagai kawasan teromantis di dunia.

"Targetnya 2 ribuan wisatawan, 1.500 ya sudah bagus. Itu untuk dua jam pertunjukan," kata Ketua Bali Tourism Board IB Agung Partha Adnyana di Hotel Griya Santrian Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (30/1/2019).

Selain itu, Ketua Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Bali Ardhana optimistis kegiatan ini bakal mengembalikan geliat kunjungan turis China ke Bali. Sebab, setelah penertiban praktik nakal 'jual beli kepala' alias zero dollar tour jumlah kunjungan turis asal China menurun.

"Kami masih melakukan koordinasi-koordinasi artinya bahwa dengan apa yang sudah kami lakukan bersama pemerintah tujuannya tentu untuk memperbaiki tata niaga China. Ini salah satunya Balingkang Kintamani Festival untuk calon-calon wisata dari Tiongkok. Bali daya tariknya bukan toko, Bali itu budaya apalagi ada kaitan sejarahnya antara China dengan kita, itu yang kita tampilkan," kata Ardhana.

"Sehingga berbeda destinasinya yang biasa China pergi yang ke Eropa, Bali ini punya kekhususan, ikatan di zaman dahulu," sambungnya.

Untuk diketahui, Balingkang Kintamani Festival ini bakal digelar pada 6 Februari 2019 mendatang. Festival ini bakal mengambil latar keindahan Pura Batur.

Mengenal Autoland, Teknologi Pendaratan Buta Pesawat

Pasti ada keadaan di mana pilot atau co-pilot tidak bisa melihat landasan untuk mendarat biasanya gara-gara cuaca. Ternyata, ada teknologinya.

Melansir CNN Travel, Rabu (30/1/2019), kejadian ini pernah dialami oleh penerbangan di Vancouver. Pendaratan berjalan lancar meski ada awan rendah di sekitar bandara.

Saat pesawat mendarat di landasan dan mulai melambat, keadaan di luar jendela hanyalah cahaya putih, lampu tepi. Karena landasan atau bandara diselimuti awan tebal.

Bagaimana pilot bisa mendarat dengan aman dalam cuaca demikian? Jawabannya, pilot mendapat bantuan teknologi canggih.

Dalam penerbangan lepas tangan, berdasar pengaturan, pilot menyalakan autopilot untuk menghitung jalur lalu menggerakkan kontrol pesawat. Hal ini agar bisa terbang lurus, berbelok, menanjak atau menurun mengikuti rencana penerbangan tertentu.

Kontrol ini dapat diubah-ubah, bagian aerodinamis pada sayap dan ekor pesawat yang memungkinkan pilot mengendalikan pesawat. Autopilot pesawat pertama dikembangkan lebih dari seabad yang lalu oleh Lawrence Sperry dari Amerika, yang ia pamerkan di Prancis pada tahun 1914.

Pada tahun 1937, eksperimen Korps Udara Angkatan Darat AS dalam sistem pendaratan otomatis mampu mendaratkan pesawat pertama dan berhasil. Namun teknologi itu belum matang hingga 1960-an ketika British European Airways (BEA), cikal bakal British Airways mulai terbang dengan pendaratan otomatis menggunakan Hawker Siddeley HS-121 Trident dalam penerbangan jarak pendeknya.

Kisah WN Thailand yang Jadi Tour Guide Berbahasa Indonesia

Tidak semua negara punya pemandu wisata berbahasa Indonesia. Tapi di Thailand, malah cukup banyak lho.

Thailand memang tidak terlalu jauh dari Indonesia untuk dijadikan destinasi wisata. Berdasarkan data yang dimiliki ATTA (Association od Thai Travel Agents), Indonesia jadi salah satu dari 15 sumber negara yang paling banyak mengunjungi Thailand per 20 Januari 2019.

Hal ini, rupanya ditanggapi serius oleh pelaku wisata Negeri Gajah Putih. Misalnya dari tour guide, yang sudah banyak berbahasa Indonesia. Saat detikTravel berkunjung ke Thailand pekan lalu dalam rangka d'Traveler of The Year 2018 bersama tiket.com, ditemani oleh seorang pemandu bernama Anda.

Anda mengenalkan diri pada saat bertemu kami dan rombongan pertama kali. Ia mengatakan, bahwa ia bisa berbahasa Indonesia.

"Nama saya Anda, tapi nama Thailand-nya Sobri. Terserah mau panggil yang mana. Saya lumayan bisa berbahasa Indonesia," katanya.

Anda mengatakan, ia 2 tahun belajar bahasa Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa kelancaran bahasa Indonesia-nya juga cukup baik.

"Saya 2 tahun belajar Bahasa Indonesia. Lumayan bisa ya, tetapi tidak semua, yang serius-serius belum bisa banyak," katanya.

Ia juga bercerita bahwa faktor dirinya lebih mudah berbahasa Indonesia adalah karena ia berasal dari Thailand Selatan yang berbatasan dengan Malaysia, Hat Yai. Wilayah ini berdekatan dengan Negeri Jiran di bagian Alor Star, Kedah.

"Saya asalnya dari Thailand Selatan. Sekarang tinggalnya 30 menit dari Bangkok," tambah Anda.

Uniknya, ia pun mengerti beberapa slang atau istilah tidak resmi. Misalnya saja, saat menjelaskan sebuah pusat perbelanjaan, ia memberikan gambaran tempat serupa seperti di Indonesia.

"Jadi nanti kita mau jalan-jalan belanja, di Platinum Mall, isinya baju-baju grosir di sana. Kalau di Indonesia, seperti Tanah Abang," ujar Anda.

Begitupun dengan merk yang jadi Top of Mind orang Indonesia. "Ini ada minuman, Aqua di belakang kursi ya (air mineral)," tambahnya

Lucunya, ia juga mengerti istilah Togel. Ini ia gunakan saat menjelaskan para penyedia jasa judi jalanan yang umumnya berada di berbagai wilayah Bangkok. "Jadi orang-orang ini menjual nomor yang akan diundi setiap bulan, kalau beruntung dapat uang. Kalau di Indonesia seperti togel," kata Anda.

detikTravel juga menemui Niki, salah satu petugas yang berada di toko herbal ala Thailand. Ia mengatakan bahwa dirinya mampu berbahasa Indonesia.

"Nama saya Niki ya, saya orang Thailand, tapi bisa berbahasa Indonesia. Ini rombongan dari mana?" katanya.

"Dari detik.com," ucap saya.

Yang membuat sedikit terkejut, ia pun mengetahui asal kami. Ternyata, ia juga membaca berbagai berita Indonesia dari berbagai media. "Berarti wartawan ya, saya juga baca detik.com, dan beberapa media Indonesia," katanya.

Inilah salah satu sudut unik Thailand. Meski ternyata Bahasa Ibu-nya juga bukan Bahasa Inggris, orang Thailand nyatanya juga mampu berbahasa Indonesia yang dianggap sulit bagi segelintir orang. Tentunya, ini bisa jadi salah satu cara yang bisa menarik wisatawan Tanah Air untuk berkunjung ke Thailand.