Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menjalankan misi untuk menyatukan data-data yang nantinya tergabung di Pusat Data Nasional. Apabila itu terealisasi, maka bisa efisiensi fiskal mencapai Rp 20 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengungkapkan saat ini Indonesia memiliki 2.700 data center. Sayangnya, hanya 3% di antaranya yang memenuhi standar internasional.
Dengan tercecernya data-data tersebut berdampak ada sulitnya pemerintah mengambil kebijakan berbasis data nasional. Persoalan itu yang coba diatasi dengan keberadaan Pusat Data Nasional.
"Keberadaan Pusat Data Nasional akan mendorong efisiensi fiskal secara signifikan. Saya memperkirakan tidak kurang Rp 20 triliun per tahun efiensi fiskal Indonesia," ujar Menkominfo saat melakukan kunjungan kerja ke Batam, Kepulauan Riau.
Batam sendiri menjadi satu dari empat wilayah yang akan dibangun Pusat Data Nasional. Pusat Data Nasional dijadwalkan dibangun mulai 2022 dan rampung 2025.
Sementara tiga lokasi lainnya berada di Jabodetabek belokasi di Bekasi, di wilayah calon ibu kota negara baru, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
"Pusat Data Nasional ini tentu akan meningkatkan kinerja dan capaian satu data di Indonesia, juga menjadi medium untuk integrasi dan efisiensi sekitar 24.700 aplikasi pemerintahan pusat dan daerah yang digunakan selama ini," ungkap Johnny.
Menkominfo juga memaparkan landasan hukum yang digunakan dalam Pembangunan Pusat Data Nasional, yakni; Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang PSTE, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika.
https://kamumovie28.com/movies/demon-slayer-kimetsu-no-yaiba-the-movie-mugen-train/
Pemerintah Pede Satelit Satria 1 Meluncur Sebelum 31 Oktober 2023
Pemerintah percaya diri Satelit Republik Indonesia (Satria) generasi pertama atau Satelit Satria 1 akan meluncur ke orbit sebelum deadline pada tanggal 31 Oktober 2023.
Belum lama ini Radio Regulations Board (RRB) International Telecommunication Union (ITU) menyetujui perpanjangan filing orbit satelit Satria 1 di slot orbit 146 derajat Bujur Timur.
Persetujuan perpanjangan filing orbit itu bikin lega karena pandemi COVID-19 yang melanda setahun terakhir membuat ketidakpastian terhadap Satria 1. Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengajukan perpanjangan ke ITU dapat meluncurkan satelit pemerintah tersebut paling lambat kuartal keempat 2023.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo Anang Latif mengatakan kesiapannya peluncuran satelit Satria 1 kurang dari tiga tahun lagi.
"Perpanjangan diberikan sampai 31 Oktober 2023. Nah, ini tentu waktu cukup kami bersama pabrikan Thales Alenia Space menyelesaikan konstruksi," ujar Anang kepada detikINET.
Sebagai informasi, Satelit Satria 1 merupakan satelit pemerintah ini yang pengadaannya lewat skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Satelit Satria 1 dikerjakan PT Satelit Nusantara Tiga (SNT), perusahaan yang dibentuk oleh pemenang tender yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera.
SNT selaku badan usaha swasta yang mengoperasikan satelit Satria-1 telah menggaet investor untuk pendanaan oleh sindikasi BPI France dan didukung oleh Banco Santander, HSBC Continental Europe, dan The Korea Development Bank (KDB). Sedangkan, porsi pinjaman komersial didanai oleh KDB dan bersama dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Capital expenditure proyek ini sebesar USD 545 juta atau setara dengan Rp 7,68 triliun, yang terdiri dari porsi ekuitas sebesar USD 114 juta atau setara Rp1,61 triliun dan porsi pinjaman sebesar USD 431 juta atau sekitar Rp 6,07 triliun. Dana investor tersebut pun telah cair.