- Gojek berharap makin banyak UMKM yang mengadopsi platform digital pada tahun 2021. Mereka pun menyiapkan sejumlah strategi untuk mewujudkan keinginan ini.
Head of Merchant Platform Business Gojek Novi Tandjung hingga tahun 2020 baru 16% dari total keseluruhan UMKM yang telah migrasi ke bisnis online. Hal ini telah dipercepat oleh pandemi COVID-19 tapi masih cukup rendah, padahal tahun 2025 diperkirakan transaksi online diperkirakan akan naik hingga 3,5 kali lipat.
"Artinya 2021 banyak PR yang harus kita kerjakan bersama-sama, makanya Gojek makin semangat. Kita melihat ini sebagai peluang untuk memberikan komitmen kita lebih lagi untuk mendukung para pelaku usaha," kata Novi dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/2/2021).
Untuk mendorong makin banyak UMKM yang pindah ke digital, Gojek sudah menyiapkan beberapa strategi, baik dari segi teknologi maupun non-teknologi.
Salah satunya dengan memanfaatkan kemitraan dengan Facebook yang mengintegrasikan layanan GoStore dengan Facebook dan Instagram agar konsumen toko online di media sosial mendapatkan pengalaman berbelanja yang lebih mudah.
"Kami akan sangat fokus di sana karena kami lihat online seller di sosial media, tren non-food seller di sosial media bertumbuh dengan pesat. Di sanalah area mitra usaha yang akan sangat terbantu dengan solusi terintegrasi dari GoStore ini," jelas Novi.
Gojek juga akan memperluas layanan GoToko ke area yang belum dilayani. Seperti diketahui, layanan ini membantu toko kelontong dan warung untuk memperoleh barang dengan lebih mudah.
Layanan utama Gojek seperti GoFood dan GoPay juga akan mendapatkan fitur-fitur baru. Tapi selain fitur dan solusi teknologi, Gojek juga fokus menghadirkan solusi non-teknologi untuk UMKM.
"Belajar dari pengalaman 2020 ternyata teknologi harus diimbangi dengan pembelajaran. Makanya selain teknologi, komitmen kita membagikan beberapa insight dari waktu ke waktu selama 2021 melalui komunitas kami," pungkas Novi.
https://trimay98.com/movies/uncle-frank/
Segera Hapus Aplikasi Scan Barcode Ini, Mengandung Malware!
- Aplikasi pemindai barcode populer dihapus dari Google Play Store setelah menerima update yang membuatnya menjadi alat penyebar malware ke jutaan ponsel pengguna.
Aplikasi bernama Barcode Scanner tersebut sebenarnya merupakan aplikasi sederhana yang menawarkan fungsi untuk memindai QR code dan membuat barcode. Aplikasi ini dikembangkan oleh Lavabird Ltd., dan telah diunduh lebih dari 10 juta kali.
Tapi beberapa pengguna aplikasi ini kemudian mengeluhkan beberapa keanehan yang muncul di ponsel mereka, seperti browser default yang dibuka dengan sendirinya dan menampilkan iklan secara tiba-tiba.
Awalnya beberapa pengguna tidak mengetahui apa yang menyebabkan gangguan ini karena mereka tidak pernah mengunduh aplikasi belakangan ini, dan selalu mengunduh aplikasi dari Play Store. Tapi, peneliti dari Malwarebytes menemukan bahwa Barcode Scanner merupakan biang keroknya.
Laporan dari Malwarebytes, seperti dikutip dari Gizmodo, Selasa (9/2/2021) menemukan bahwa malware yang menyebabkan ponsel sering menampilkan iklan itu disebarkan ke ponsel pengguna lewat update yang digulirkan pada Desember lalu.
"Mengerikan bahwa dengan satu update aplikasi bisa berubah menjadi berbahaya saat berada di bawah radar Google Play Store. Saya heran bahwa pengembang aplikasi dengan aplikasi populer mau mengubahnya menjadi malware," kata peneliti Malwarebytes Nathan Collier dalam laporannya.
"Apakah ini skemanya selama ini, untuk memiliki aplikasi yang biasa saja, menunggu untuk menyerang setelah populer? Saya pikir kita tidak akan tahu," sambungnya.
Collier mengatakan malware yang ada di Barcode Scanner kadang disebabkan oleh software development kits (SDK) dari pihak ketiga yang digunakan pengembang untuk memasang iklan di aplikasinya. Tapi ada beberapa SDK yang melampaui batas tanpa sepengetahuan pengembang.
Tidak hanya itu, siapapun yang memasukkan kode berbahaya ke Barcode Scanner juga berupaya menutupinya agar tidak terdeteksi oleh Google.