Puluhan warga di Banjar Kecincang Bebandem, Karangasem, Bali, dilaporkan tiba-tiba saja kehilangan fungsi indra penciuman dan kemudian pulih sendiri. Dinas kesehatan setempat menyebut hal ini baru terjadi sejak pandemi virus Corona COVID-19.
Kepala Dinas Kesehatan Karangasem I Gusti Bagus Putra Pertama menjelaskan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan. Penyebab fenomena ini disebut bukan kasus infeksi Corona karena warga tidak mengalami gejala lain yang mengarah, seperti demam, batuk, atau sakit tenggorokan.
"Jadi kalau yang datangnya pengakuan ini kan datangnya pengakuan warga ya, karena saat pada kita tanya berdasarkan riwayat mereka karena kepikiran aja karena memang tidak ada gangguan misalkan gangguan penciuman kan berarti ada tersumbat hidungnya atau ada membuat reseptor untuk penciuman ini sudah terputus di hidungnya," kata Bagus saat dihubungi, Sabtu (5/9/2020).
"Tapi saat ditanya apakah bapak ibu bapak mengalami pilek? tidak, sakit tenggorokan? tidak, itu artinya kan hanya kepikiran (COVID-19)" lanjutnya.
Kabar hilangnya fungsi indra penciuman sejumlah warga di Bali ini jadi topik perbincangan di media sosial. Sebagian netizen berpendapat apakah mungkin sebetulnya itu salah satu kasus Corona yang minim gejala.
Kehilangan fungsi indra penciuman (anosmia) memang disebut oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) bisa jadi gejala infeksi Corona. Studi menyebut anosmia yang disebabkan karena COVID-19 memiliki ciri khas tertentu.
Dikutip dari jurnal JAMA Otolaryngology-Head & Neck Surgery 2020, ciri khasnya adalah gangguan fungsi penciuman ini bisa terjadi tanpa gejala.
Pada influenza atau virus penyebab penyakit pernapasan lain misalnya, gangguan penciuman biasanya dipicu masalah seperti pilek. Sementara pasien COVID-19 dalam studi dilaporkan mengalami anosmia tanpa pilek atau gangguan di saluran napas atas.
"Menurut kami asosiasi antara hilangnya fungsi indra penciuman tiba-tiba, tanpa ada sumbatan saluran napas pada pasien dengan gejala lainnya, seperti batuk atau demam, harus membuat dokter waspada terhadap infeksi SARS-CoV-2," tulis peneliti dari Lariboisiere University Hospital.
Studi lainnya yang dilakukan oleh peneliti dari University of East Anglia menemukan anosmia pada pasien COVID-19 rata-rata juga disertai kesulitan membedakan rasa. Peneliti utama, Prof Carl Philpott, menyebut pasien Corona yang mengalami anosmia biasanya kesulitan membedakan pahit dan manis.
"Ini sangat menarik karena itu berarti tes bau dan rasa dapat digunakan untuk membedakan antara pasien COVID-19 dan orang dengan pilek atau flu biasa," ungkap Carl.
WHO Tolak Promosikan Vaksin Corona yang Tak Terbukti Aman
Beberapa negara, seperti misalnya China dan Rusia, sudah mulai menggunakan vaksin Corona eksperimental bahkan sebelum uji klinisnya selesai. Hal ini tampaknya mulai diminati juga oleh negara lain yang berharap proses produksi dan perizinan vaksin dapat dibuat lebih sederhana.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memastikan tidak akan mempromosikan vaksin sebelum benar-benar terbukti lewat uji klinis. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan vaksin yang akan digunakan secara global harus aman dan efektif.
"Tidak akan ada penggunaan vaksin besar-besaran sebelum para regulator yakin, pemerintah yakin, dan WHO yakin bahwa standar minimal keamanannya sudah terpenuhi," kata kepala peneliti WHO, Soumya Swaminathan, seperti dikutip dari Reuters pada Minggu (6/9/2020).
Melihat perkembangan studi saat ini, WHO memprediksi pemberian massal vaksin Corona baru akan mulai terjadi pada pertengahan 2021.
Uji klinis tahap III yang sekarang sedang dijalani beberapa kandidat vaksin memakan waktu lebih lama karena melibatkan banyak kelompok populasi untuk menguji keamanan dan efektivitasnya.
"Sekarang sejumlah orang sudah divaksinasi, tapi kita belum tahu apakah ini bekerja... Saat ini kita masih belum punya tanda jelas apakah tingkat efikasi dan keamanan vaksin sudah sesuai dengan yang diharapkan," kata juru bicara WHO, Margaret Harris.
https://nonton08.com/sniper-assassins-end/