Saat PSBB (pembatasan sosial berskala besar) mulai dilonggarkan dan beberapa warga sudah beraktivitas seperti biasa, sangat dianjurkan untuk tetap mempraktikkan jaga jarak fisik dan mengenakan masker.
Namun sayangnya masih banyak yang tidak mempraktekkan cara-cara pencegahan virus Corona dengan benar sehingga menambah kerentanan tertular COVID-19 terutama di era new normal seperti saat ini.
Dihimpun dari Psychology Today, berikut adalah kesalahan umum yang sering dilakukan di tengah pandemi virus Corona.
1. Kesalahan memakai masker
Penggunaan masker telah diwajibkan dalam rangka memutus rantai penularan COVID-19 yang bersumber dari droplet saat bersin atau batuk orang yang sakit. Hanya saja beberapa orang mengenakan masker hanya menutupi mulut saja. Kemudian kesalahan lain yang kerap dijumpai adalah:
- Mengenakan masker medis namun tidak tahu bagian atas digunakan sebagai penjepit unytk mencegah masker jatuh.
- Beberapa orang menyentuh bagian depan masker yang merupakan area terkontaminasi dengan jari-jari yang harusnya tetap bersih.
- Masih menyentuh wajah setelah melepas masker.
2. Kesalahan saat mengenakan sarung tangan
Saat pergi ke toko atau restoran, Anda mungkin merasa sarung tangan adalah proteksi ganda agar tak tertular virus Corona. Nyatanya sarung tangan, terutama yang berjenis latex atau karet sangat mungkin terkontaminasi.
Jadi, meskipun sudah mengenakan sarung tangan, tetap lakukan disinfeksi setelah menyentuh benda-benda yang berpotensi terkontaminasi sebelum menyentuh barang-barang bersih.
3. Berpikir bahwa masker 'cukup' untuk membuat diri terlindungi
Beberapa menganggap memakai masker sudah cukup sebagai langkah pencegahan virus Corona sehingga mereka tidak lagi menerapkan jarak sosial. Padahal sebagian besar masker yang dikenakan tidak kedap udara yang artinya virus masih bisa masuk ke celah-celah masker.
Sebuah studi Korea Selatan yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine menunjukkan bahwa jika empat orang batuk mengenakan masker bedah atau buatan sendiri (kecuali untuk masker N95), virus masih ditemukan di udara sekitar mereka dan di bagian luar masker wajah.
Risiko terinfeksi COVID-19 di ruang tertutup juga semakin tinggi jika makin banyak waktu yang dihabiskan di sana. Semakin banyak orang dan semakin dekat jaraknya antar satu sama lain juga meningkatkan kerentanan pada infeksi COVID-19 meski mengenakan masker.
Untuk itu bagi yang sudah mulai berkantor untuk tetap memperhatikan jaga jarak aman antar rekan dan usahakan sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
5 Fakta Ebola, Wabah Penyakit yang Muncul Lagi di Kongo
Wabah Ebola kembali menyerang Republik Kongo. Setidaknya ada enam kasus yang terdeteksi di kota Mbandaka, dan empat di antaranya meninggal dunia.
"Kami menghadapi epidemi Ebola baru di Mbandaka. Kami akan bertindak cepat mengirimkan vaksin dan obat-obatan," kata Menteri Kesehatan Republik Kongo, Eteni Longondo, dikutip dari Reuters, Selasa (2/6/2020).
Ebola bukanlah penyakit baru. Virus penyebabnya sudah terdeteksi dari tahun 1976 di Republik Kongo, diduga berasal dari kelelawar buah.
Dirangkum detikcom dari berbagai sumber, berikut ini adalah lima fakta tentang Ebola.
1. Nama Ebola berasal dari nama sungai
Kasus pertama wabah Ebola diidentifikasi terjadi pada tahun 1976, di Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo). Wabah terjadi di Zaire bagian utara, di Desa Yambuku dekat Sungai Ebola, yang kemudian menjadi nama penyakit itu.
2. Menular lewat cairan tubuh
Virus Ebola dapat ditularkan melalui darah, muntah, feses, dan cairan tubuh lainnya dari orang yang mengidap penyakit ini. Bahkan virus juga bisa ditemukan dalam urine dan sperma.
Infeksi terjadi ketika cairan-cairan tubuh tersebut menyentuh mulut, hidung, dan luka terbuka.
3. Gejalanya mulai dari nyeri otot hingga perdarahan
Gejala awal adalah demam mendadak, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Gejala ini pun diikuti dengan muntah, diare, ruam dan perdarahan.
Pasien Ebola cenderung meninggal karena dehidrasi dan kegagalan organ.
4. Tingkat kematiannya bisa mencapai 88 persen
Tingkat kematian Ebola sangat tinggi. Dari 318 orang yang dipastikan terinfeksi, 280 di antaranya meninggal. Artinya, tingkat kematiannya sekitar 88 persen.
5. Sudah ada vaksin
Menurut laman resmi WHO, sudah ada vaksin Ebola bernama rVSV-ZEBOV. Namun, vaksin ini belum mendapatkan izin edar. Sebab, masih perlu penelitian lebih lanjut meski studi awal menunjukkan vaksin tidak berbahaya dan bisa melindungi seseorang dari Ebola.
"Vaksin ini meski tidak mendapat izin komersil, sudah digunakan dalam 'perluasan akses' atau 'penggunaan terbatas' pada wabah Ebola di Kivu Utara. Vaksin ini juga digunakan pada wabah Ebola di Equateur bulan Mei-Juli 2018," tulis WHO.
http://cinemamovie28.com/death-note-episode-17/