Jumat, 31 Januari 2020

Kepenuhan Turis, Jalanan Ikonik Amerika Ini Tak Lagi Gratis

Ada rencana pengenaan sejumlah biaya bila traveler melewati jalanan berkelok yang amat ikonik dari Amerika Serikat ini. Apa sih alasannya?

Dilansir CNN Travel, Senin (29/4/2019), adalah Lombard Street yang berlokasi di Kota San Francisco, California, AS. Pengenaan biaya akan segera dilakukan.

Pada 16 April, Dewan Pengawas San Francisco telah setuju dengan hal itu. Yakni undang-undang negara bagian yang mengharuskan orang-orang yang ingin berkendara di jalan, dikenal dengan kurva 27 derajat yang tajam, harus melakukan reservasi dan membayar sejumlah biaya.

RUU ini memiliki frasa yang mencatat bahwa popularitas jalan yang sangat besar telah menjadi masalah bagi penduduk setempat.

"Karena lebih dari dua juta pengunjung tahunan, dan antrian harian hingga 10 jam, kemacetan lalu lintas di dan sekitar 1.000 blok Lombard Street telah memperburuk keamanan dan kualitas hidup bagi penghuni dan komunitas di sekitarnya," demikian bunyi RUU Majelis 1605, yang pada awalnya ditulis pada bulan Februari.

"Ini adalah maksud dari Badan Legislatif untuk memberi wewenang kepada Dewan Pengawas Kota San Francisco untuk secara lokal menyetujui program percontohan reservasi dan penetapan harga untuk kendaraan yang menggunakan Lombard Street, dan untuk menunjuk suatu entitas pengelola pemesanan. Dan penetapan harga program percontohan untuk mengelola kemacetan lalu lintas," lanjutnya.

Rencananya adalah mengenakan biaya USD 5 per mobil dan tarifnya akan naik menjadi USD 10 pada akhir pekan dan hari libur. Pengunjung perlu mendaftar untuk waktu dan tanggalnya terlebih dahulu.

Lombard Street berada di kawasan Russian Hill di San Francisco. Meski jalan itu sendiri cukup panjang, bagian yang terkenal adalah blok antara Jalan Hyde dan Leavenworth.

Karena kesulitan mengendarainya akibat belokan tajam, batas kecepatan adalah hanya 8 km per jam. Sebuah studi lingkungan yang dilakukan pada awal 2019 menyajikan beberapa opsi untuk mengurangi kemacetan di Lombard Street yang mempertimbangkan timbal balik masukan dari masyarakat.

Berita baiknya adalah sistem penetapan harga tidak akan berlaku bagi pejalan kaki yang ingin berjalan di Lombard Street. Pengelola jalan juga tidak bisa memprivatisasi jalan, meluruskannya dan menutupnya sepenuhnya.

"Kami selalu tertarik pada hal-hal yang meningkatkan pengalaman pengunjung dan berharap untuk belajar lebih banyak," kata San Francisco Tourism pada CNN Travel.

Lombard Street memiliki banyak contoh serupa di seluruh dunia. Di Venesia, Italia, perjuangan terakhir melawan overtourism atau membludaknya turis telah menghasilkan USD 11 untuk pelancong harian, karena tidak menginap di hotel, sehingga mengurangi pendapatan pariwisata.

Pemerintah daerah berencana untuk menggunakan uang itu untuk mengimbangi beberapa kerusakan yang ditimbulkan oleh pariwisata, termasuk pengambilan sampah. Dua situs paling ikonik di dunia, Machu Picchu di Peru dan Taj Mahal di India, juga telah menaikkan harga tiket dan secara bersamaan memperkenalkan langkah-langkah pengendalian turis yang datang sepanjang harinya.

Wisata Rumah Limas yang Ikonik di Palembang

 Liburan ke Palembang, Sumatera Selatan, traveler bisa kenal lebih dekat dengan rumah tradisonal khas setempat. Namanya rumah limas.

Rumah limas merupakan rumah tradisional khas Sumatera Selatan. Rumah yang berbagai sisinya terbuat dari kayu ini bergaya panggung dengan atap berbentuk limas. Di Kota Palembang, tak sulit mencari rumah tradisional ini. Masih ada rumah limas yang berdiri tegak. Asyiknya lagi, rumah ikonik itu terbuka buat kunjungan wisatawan.

Itulah Rumah Limas Haji Aziz, traveler dapat mengunjunginya di Jl Demang Lebar Daun No 51, Palembang. detikcom berkunjung ke Rumah Limas Haji Aziz beberapa waktu lalu. Dari luar tampak rumah begitu megah dan terawat.

Masuk ke sisi dalamnya, nuansa tradisional semakin terasa dengan berbagai sisi yang didominasi interior kayu lengkap dengan ukiran khas setempat. Meskipun begitu, sisi dalam rumah ini tidak pengap seperti rumah kuno berusia seabad, melainkan terasa sejuk karena memang sudah didesain sedemikian rupa dan dilengkapi pendingin ruangan.

Beruntung, saya beserta rombongan rekan media lainnya berkesempatan bertemu langsung dengan pemilik rumah ini, Kemas Haji Abdul Aziz Hamid yang akrab disapa Haji Aziz. Pria berkacamata itu bercerita bahwa dulunya ia merupakan seorang pengusaha mebel.

Pengetahuannya soal dunia kayu dan mebel turut andil dalam proses pembangunan rumah limas, yang dimulai 1989 dan selesai tahun 1991. Sebagian interiornya masih otentik seperti rumah limas di masa lampau, terbuat dari kayu dan barang-barang antik yang masih terawat.

"Kalau interior di sini, terutama bahan baku rata-rata di atas 100 tahun. Kita beli kayu rumah-rumah lama saya ambil bahannya. Pintu-pintu ini pintu lama, cuma saya modif saja. Walaupun barang lama tapi awet," ujar Haji Aziz.

Ornamen-ornamen khas pun dilukis secara manual tanpa mesin. Pelukisnya bernama Raden Muhammas Latif. Butuh waktu lebih dari dua tahun untuk melukis berbagai sisi rumah limas yang luas itu.

Rumah ini rasanya memang sengaja dibangun seotentik mungkin. Awalnya rumah limas itu digunakan untuk tempat pertemuan keluarga besarnya saja. Namun mulai setahunan lalu, Haji Aziz terpikir untuk membuka rumah tradisional itu untuk objek wisata.

Ini sebagai upaya mengenalkan rumah limas lebih dekat kepada wisatawan dan melestarikan warisan budaya daerah agar tetap dikenal generasi mendatang. Ia sudah cukup prihatin dengan banyak pewaris rumah limas yang tak lagi merawat, tapi justru meninggalkan bangunan tradisional peninggalan pendahulu untuk dijual.

"Ini rumah-rumah adat itu sudah banyak ditinggal penghuninya. Yang kita sayang, banyak sama anak-anak cucu dijual," tuturnya.

Rumah Limas Haji Aziz ini pun semakin dikenal pengunjung tahun lalu. Saat ASEAN Games berlangsung di Palembang, cukup banyak juga wisatawan asing yang berkunjung kemari. Selama di rumah limas, traveler dapat berkeliling ke berbagai sisinya, dari depan hingga belakang. Kalau mau, bisa juga berfoto mengenakan pakaian adat yang tersedia, lengkap dengan aksesorisnya.

Nah, untuk mengunjungi Rumah Limas Haji Aziz biayanya terjangkau, hanya Rp 10.000 per orang. Sedangkan kalau mau berfoto pakai baju tradisional, harganya Rp 150.000 per orang, sudah termasuk sewa baju, aksesoris, makeup, tata rambut dan cetak foto 1 lembar ukuran 4R.

Rumah limas di Palembang (Kurnia/detikcom)