Jumat, 06 Desember 2019

Duh, Ada yang Pasang Badan Selundupkan Harley di Pesawat Garuda!

Penyelundupan komponen Harley Davidson bekas melalui pesawat baru Garuda Indonesia Airbus A330-900 tidak hanya melibatkan satu orang. Dalam penyelundupan ini ada orang yang diduga menutupi pemilik Harley sebenarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menduga, pelaku penyelundupan berinisial SAW 'pasang badan' untuk menutupi pemilik Harley.

"Nampaknya yang bersangkutan SAS (SAW) pasang badan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menegaskan bahwa pihaknya akan terus memelototi SAW yang diduga menutupi kebenaran pemilik moge tersebut.

"Tadi malam sampai pagi dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dan sampai sekarang masih tetap berjalan," tegas dia.

Ia menuturkan, jika pelaku sebenarnya sengaja menyelundupkan dan mengalihkan namanya ke penumpang lain, maka pemerintah akan memberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Termasuk, sanksi pidana dan perdata.

"Apabila yang bersangkutan secara sengaja mencoba untuk mengalihkan perhatian ke pelaku lain, ini bisa kita kenakan pasal yang lain. Ini juga diproses," kata Sri Mulyani.

Apa saja sanksinya?

Sri Mulyani menyebutkan, Undang-undang Kepabeanan Nomor 17 tahun 2006, tepatnya pada pasal 130 C menyatakan, bahwa pihak yang memberikan keterangan tidak benar tentang kepemilikan barang yang wajib kena bea masuk maka akan diberikan sanksi.

"Dalam Pasal 103 C UU Kepabeanan menyebutkan, mereka yang memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar, yang dilakukan untuk pemenuhan kewajiban kepabeanan memiliki konsekuensinya," papar dia.

Berdasarkan pasal tersebut, tertulis, sanksi yang diberikan berupa hukuman pidana dan juga denda.

"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)," bunyi pasal 103 UU Kepabeanan tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan, berdasarkan laporan dari komite audit, Harley tersebut merupakan milik AA.

"Dari laporan yang kita dapat, bahwa dari komite audit bahwa di sini disebutkan mempunyai kesaksian tambahan siang ini bahwa motor Harley Davidson diduga adalah milik saudara AA," terang Erick.

Erick memaparkan, AA memberikan instruksi untuk mencari motor klasik Harley Davidson ini sejak 2018. Motor Harley berjenis shovelhead ini kemudian dibeli pada April 2019.

"Motor tahun 70-an. Pembelian dilakukan pada bulan April 2019. Proses transfer dilakukan di Jakarta ke rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia di Amsterdam. Saudara IJ membantu mengurus proses pengiriman dan lain-lain," terang Erick

Motor tersebut kemudian dikirim ke Indonesia bersamaan dengan datangnya pesawat baru Garuda Indonesia pada 17 November 2019. Erick mengaku sedih dengan hal ini.

Karena hal tersebut, Erick mencopot Direktur Utama Garuda Indonesia yang saat ini ialah I Gusti Ngurah Askhara atau yang akrab disapa Ari Askhara.

"Saya sebagai Kementerian BUMN akan memberhentikan Direktur Utama Garuda dan tentu proses dari pada ini karena perusahaan publik ada prosedurnya," ujar Erick.

Pembelaan Helmi Yahya Usai Dicopot dari Dirut TVRI

Kabar pemberhentian Direktur Utama TVRI Helmy Yahya mendadak viral. Sesuai dengan SK Dewan Pengawas LPP TVRI No. 241/DEWAS/TVRI/2019 per tanggal 5 Desember Helmy diberhentikan dari TVRI.

Helmy sendiri mengakui bahwa memang ada pemberhentian yang dilakukan oleh Dewan Pengawas. Namun, dirinya mengklaim bahwa dia masih menjadi Direktur Utama TVRI secara sah.

Helmy menilai pemberhentiannya tidak sah. Apa masalahnya?

Helmy Yahya diberhentikan lewat Surat Keputusan Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Non Aktif Sementara dan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Periode Tahun 2017-2022.

Berdasarkan surat keputusan yang tersebar disebutkan, pertama, Helmy Yahya dinonaktifkan sementara sebagai Direktur Utama LPP TVRI. Kedua, selama non aktif sementara Direktur Utama TVRI yang bersangkutan tetap mendapat penghasilan.

"Menetapkan Sdr. Supriyono, S.Kom, MM Direktur Teknik Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia sebagai Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia," bunyi poin ketiga keputusan itu dikutip detikcom, Kamis (5/12/2019).

Keempat, keputusan itu berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dicabut kembali oleh Dewan Pengawas LPP TVRI. Keputusan itu ditetapkan di Jakarta pada 4 Desember 2019. Keputusan ini diteken oleh Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin.

Helmy sendiri mengakui bahwa memang ada pemberhentian yang dilakukan oleh Dewan Pengawas. Namun, dirinya mengklaim bahwa dia masih menjadi Direktur Utama TVRI secara sah.

"Iya benar (ada pemberhentian). Tapi saya tetap dirut TVRI secara sah, dan didukung semua direktur. Save TVRI!" ujar Helmy kepada detikcom.

Helmy menilai bahwa keputusan Dewan Pengawas tidak sah. Bahkan jajaran direksinya pun masih solid dan mendukung dirinya tetap jadi memimpin TVRI.

"Pemecatan itu tidak sah, saya profesional bekerja sesuai UU dan PP yang berlaku. Kami direksi tetap solid dan masih menjalankan TVRI," tegas Helmy.

Menurut Helmy, dalam PP No 13 tahun 2005 pasal 24 ayat 4, Direktur Utama bisa diberhentikan apabila melakukan empat poin pelanggaran. Namun, dia mengaku bahwa dirinya tidak melanggar satupun dari empat poin tersebut.

"Direksi TVRI hanya boleh dipecat dengan 4 poin melanggar yang melanggar,. Tidak ada satupun poin itu saya langgar," kata Helmy.

Dalam aturan yang berlaku pun menurut Helmy, tidak ada namanya penonaktifan Direktur Utama. Kalaupun muncul pemberhentian katanya dia masih berkesempatan untuk tetap bekerja dan membela diri.

"Dalam aturannya tidak ada penonaktifan, kalaupun saya diberhentikan saya boleh bekerja sambil membela diri. Maka saya lawan, ini sesuai nasihat ahli hukum saya juga," kata Helmy.

Helmy pun sempat mengeluarkan surat sanggahan atas keputusan Dewan Pengawas LPP TVRI. Di dalamnya, dijelaskan alasan dan sanggahan pihaknya atas keputusan pemberhentian oleh Dewan Pengawas.