Rektor Universitas Paramadina Prof Firmanzah meninggal dunia di usia muda dan dikaitkan dengan riwayat vertigo. Benarkah vertigo mematikan? Bagaimana dengan vertigo yang kerap dikeluhkan orang berusia dewasa muda?
Dokter spesialis saraf dari RS Medistra Rimawati Tedjasukmana menjelaskan, terdapat 2 jenis vertigo. Pertama, vertigo sentral yang bisa jadi gejala stroke, disebabkan oleh masalah pada otak kecil dan batang otak.
Jenis vertigo inilah yang mematikan lantaran menandakan sumbatan atau pecah pembuluh darah.
Kedua, vertigo perifer disebabkan kelainan di saraf keseimbangan dan telinga bagian dalam. Jenis vertigo inilah yang bisa dialami anak muda, orang dewasa, dan lansia tanpa penyakit stroke.
"Vertigo perifer disebabkan kelainan di saraf keseimbangan dan telinga bagian dalam," terang dr Rimawati pada detikcom, Sabtu (6/2/2021).
Gejala pada kasus vertigo perifer berupa pusing, mual dan muntah hebat, dan gangguan pendengaran. Berbeda dengan jenis vertigo sentral sebagai gejala stroke yang terjadi mendadak tanpa perkiraan waktu, vertigo perifer bisa dipicu oleh perubahan posisi tubuh dan berlangsung dalam waktu singkat.
Dokter Rimawati menyebutkan, penyebab vertigo perifer beragam. Misalnya, Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo bisa timbul ketika posisi kepala berubah dari tegak menjadi menunduk secara tiba-tiba.
Penyebab lainnya, penyakit meniere yang disebabkan oleh gangguan pada telinga bagian dalam. Gejala lainnya berupa telinga berdenging dan kehilangan pendengaran dalam waktu tertentu.
Vertigo perifer juga bisa dipicu oleh kondisi lain seperti trauma kepala, infeksi pada telinga, atau faktor degeneratif alias pengurangan fungsi organ akibat penuaan pada lansia.
Dokter Rimawati turut menambahkan, vertigo perifer pada anak muda, dewasa dan lansia tidak disebabkan oleh makanan tertentu atau kelelahan.
"(Penyebab vertigo perifer) tidak dari makanan. Penanganannya berbeda-beda, tapi tidak mematikan," ujarnya.
https://cinemamovie28.com/movies/house-ii-the-second-story/
Dahlan Iskan Singgung 'D-dimer' Pasien COVID-19, Istilah Apa Itu?
Dalam salah satu tulisan di blognya, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan membahas istilah D-dimer. Mengutip seorang pakar, Dahlan Iskan menyebut D-dimer ditakuti para dokter yang menangani pasien COVID-19 di ICU.
"D-dimer adalah munculnya 'cendol-cendol' di dalam darah. Lapisan protein tertentu dalam darah menyatu dengan 'teman sejenis' sehingga membentuk gumpalan kecil-kecil," tulis Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan Iskan, 'cendol-cendol' darah tersebut bisa terbawa oleh aliran darah dan memicu penyumbatan. Bila jumlahnya banyak, bisa berhenti di jantung dan berakibat fatal.
Jadi, apa itu D-dimer sebenarnya?
Kepada detikcom, dokter jantung dari RS Siloam dr Vito A Damay, SpJP(K) menjelaskan, D-dimer adalah fragmen protein yang muncul ketika bekuan darah larut dalam tubuh. D-dimer memang diperiksa pada pasien COVID-19.
Dalam kondisi normal, tubuh memiliki mekanisme untuk membekukan dan mengencerkan darah. Pembekuan darah terjadi antara lain ketika terjadi luka, untuk mencegah perdarahan terus menerus.
Pada infeksi COVID-19, virus SARS-CoV-2 menyebabkan gangguan pembekuan darah yang disebut koagulopati. Gangguan ini menyebabkan penggumpalan darah atau thrombosis di vena atau pembuluh darah balik yang mengalir ke jantung.
"Parameter untuk memeriksa apakah ada gumpalan darah inilah D-dimer itu," jelas dr Vito.
https://cinemamovie28.com/movies/from-one-second-to-the-next/