Selasa, 08 September 2020

Waspada! Sindrom Ini Sebabkan Kematian pada Anak Usai Sembuh dari Corona

 Usai terinfeksi virus Corona COVID-19, dikhawatirkan anak-anak dapat mengalami sindrom MIS-C atau multisystem inflammatory syndrome in children. Sindrom ini disebut bisa mengakibatkan kematian pada anak.
Ahli neonatologi dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas di San Antonio, Alvaro Moreira, mengatakan sindrom MIS-C dapat terjadi meski anak tersebut hanya mengalami gejala ringan COVID-19.

"Anak-anak tidak perlu menunjukkan gejala pernapasan COVID-19 untuk mengembangkan MIS-C," kata Moreira, dikutip dari Sciencealert.

"Anak-anak mungkin tidak memiliki gejala, (tapi) tidak ada yang tahu bahwa mereka mengidap penyakit tersebut dan dalam beberapa minggu kemudian, mereka mungkin mengembangkan peradangan yang hebat di dalam tubuh," jelasnya.

Sindrom MIS-C mempengaruhi banyak organ tubuh
Moreira menjelaskan, sindrom peradangan multisistem pada anak-anak ini dapat mempengaruhi banyak sistem organ, seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, dan mata. "Ini bisa mematikan karena mempengaruhi banyak sistem organ," ucapnya.

Dalam tinjauan komprehensif yang melibatkan 662 pasien anak dengan sindrom MIS-C, Moreira dan timnya menemukan bahwa sindrom ini memiliki gejala yang mirip dengan penyakit kawasaki dan toxic shock syndrome.

Hal itu membuat 71 persen pasien anak harus menjalani perawatan intensif selama rata-rata delapan hari. Selain mengalami demam, 73,7 persen pasien anak menderita diare dan 68,3 persen muntah-muntah.

11 anak dalam studi meninggal
Moreira mengatakan, 11 anak dari 662 pasien yang mengidap sindrom MIS-C dalam studi tersebut meninggal dunia.

Lebih lanjut, menurut Moreira, angka kematian anak dengan MIS-C masih terbilang rendah, yakni 1,7 persen. Namun, para peneliti menunjukkan bahwa angka ini sebenarnya jauh lebih tinggi daripada angka kematian 0,09 persen yang diamati pada anak-anak dengan COVID-19.

Berisiko mengalami kelainan pada jantung
Sebanyak 52 persen dari 90 persen anak-anak dalam penelitian itu menjalani pemeriksaan irama jantung (EKG) dan menunjukkan adanya kelainan.

Kelainan ini meliputi pelebaran pembuluh darah koroner, penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh, dan 10 persen pasien mengalami aneurisma pembuluh darah koroner. Ini membuat mereka berisiko mengalami masalah jantung di masa depan.

CDC Keluarkan Peringatan Level 3, Warga AS Diminta Hindari Indonesia

 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) telah mengeluarkan peringatan perjalanan tingkat 3 ke Indonesia. Warga Amerika Serikat (AS) diimbau sebisa mungkin menghindari atau menunda perjalanan ke Indonesia karena dinilai ada risiko tinggi penularan virus Corona COVID-19.
Dalam halaman resmi CDC, disebutkan bahwa warga AS yang tertular Corona di Indonesia kemungkinan akan sulit mendapat pelayanan yang dibutuhkan.

"Risiko COVID-19 di Indonesia tinggi. CDC merekomendasikan hindari perjalanan internasional yang tidak penting ke Indonesia. Contohnya perjalanan penting yang bisa dikecualikan, seperti upaya bantuan kemanusiaan, alasan medis, hingga urusan keluarga darurat," tulis CDC seperti dikutip pada Selasa (8/9/2020).

"Bila Anda sampai jatuh sakit di Indonesia, sumber daya yang ada mungkin terbatas. Buat rencana dengan matang dan pelajari bagaimana cara mendapat layanan kesehatan di luar negeri," lanjutnya.

Disebutkan bahwa warga AS yang tertular atau jatuh sakit di Indonesia tidak bisa langsung kembali dan harus menjalani masa isolasi selama 14 hari atau sampai sembuh.

Sementara bila seseorang tidak jatuh sakit, maka begitu kembali ke AS tetap diharuskan untuk menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari dan direkomendasikan menjalani tes COVID-19.

"Anda mungkin merasa baik-baik saja, tapi bisa jadi Anda memiliki virus tanpa gejala yang dapat menyebar ke orang lain," tulis CDC.
https://cinemamovie28.com/rumah-bekas-kuburan/

Kematian Akibat COVID-19 Diprediksi Naik 3 Kali Lipat di Awal 2021

Model penelitian dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Fakultas Kedokteran Universitas Washington memprediksi bahwa kematian akibat Corona diseluruh dunia bisa meningkat drastis pada awal tahun 2021 mendatang.
IHME sendiri menjadi bagaian pemodelan yang memandu satuan tugas virus Corona di Amerika Serikat. Prediksi tersebut sekarang mengklaim bahwa sekitar 1,9 juta lebih orang mungkin kehilangan nyawa mereka pada akhir tahun.

Dilansir dari laman Independent, pemodelan tersebut melihat bahwa mungkin kematian akibat Corona di awal tahun depan bisa mencapai 2,8 juta jiwa. Mereka juga menyatakan bahwa beberapa daerah yang peling berisiko adalah Amerika Serikat (AS), India, Brasil.

Prediksi terbaru IHME menyatakan bahwa mungkin pada tanggal 1 Januari mendatang, total kematian di dunia akibat COVID-19 bisa meningkat tiga kali lipat menjadi 2,8 juta jiwa. Menurut IHME, angkat tersebut bisa ditekan jika pemerintah mempertimbangkan kembali langkah-langkah untuk menekan penyebaran virus Corona COVID-19.

"Kita bisa menghadapi prospek mematikan pada bulan Desember terutama di Eropa, Asia Tengah, dan Amerika Serikat," jelas direktur IHME Dr. Christopher Murray.

"Tapi memakai masker, menjaga jarak, dan membatasi pertemuan sosial sangat penting untuk membantu mencegah penularan virus," tambahnya.

Dari jumlah tersebut, 38 ribu diperkirakan berasal dari Inggris, sementara India, AS, dan Brasil akan mengalami kematian total paling banyak. Namun, para peneliti juga memodelkan skenario kemungkinan terburuk dan terbaik yang menghasilkan perbedaan 2 juta kematian tambahan di seluruh dunia.

Menurut pemodelan tersebut, jika pemerintah memberlakukan tindakan jarak sosial yang lebih besar maka tingkat kematian harian hanya akan naik di atas delapan kematian per satu juta orang. Dalam kasus tersebut kematian global akan mencapai 2 juta secara global.

Sementara jika orang mengabaikan protokol kesehatan dan pemerintah mulai melonggarkan pembatasan, maka kematian global akibat COVID-19 bisa mencapai 4 juta jiwa.

Waspada! Sindrom Ini Sebabkan Kematian pada Anak Usai Sembuh dari Corona

 Usai terinfeksi virus Corona COVID-19, dikhawatirkan anak-anak dapat mengalami sindrom MIS-C atau multisystem inflammatory syndrome in children. Sindrom ini disebut bisa mengakibatkan kematian pada anak.
Ahli neonatologi dari Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas di San Antonio, Alvaro Moreira, mengatakan sindrom MIS-C dapat terjadi meski anak tersebut hanya mengalami gejala ringan COVID-19.

"Anak-anak tidak perlu menunjukkan gejala pernapasan COVID-19 untuk mengembangkan MIS-C," kata Moreira, dikutip dari Sciencealert.

"Anak-anak mungkin tidak memiliki gejala, (tapi) tidak ada yang tahu bahwa mereka mengidap penyakit tersebut dan dalam beberapa minggu kemudian, mereka mungkin mengembangkan peradangan yang hebat di dalam tubuh," jelasnya.

Sindrom MIS-C mempengaruhi banyak organ tubuh
Moreira menjelaskan, sindrom peradangan multisistem pada anak-anak ini dapat mempengaruhi banyak sistem organ, seperti jantung, paru-paru, ginjal, otak, kulit, dan mata. "Ini bisa mematikan karena mempengaruhi banyak sistem organ," ucapnya.

Dalam tinjauan komprehensif yang melibatkan 662 pasien anak dengan sindrom MIS-C, Moreira dan timnya menemukan bahwa sindrom ini memiliki gejala yang mirip dengan penyakit kawasaki dan toxic shock syndrome.

Hal itu membuat 71 persen pasien anak harus menjalani perawatan intensif selama rata-rata delapan hari. Selain mengalami demam, 73,7 persen pasien anak menderita diare dan 68,3 persen muntah-muntah.
https://cinemamovie28.com/ritual/