Jumat, 31 Juli 2020

3 Fakta soal Gangguan Fetishism, Apakah Bisa Sembuh?

 'Fetish' jadi ramai diperbincangkan di media sosial karena kasus 'Gilang dan bungkus membungkus'. Namun, arti fetish dan fetishism kerap dianggap sama.
Padahal, keduanya memiliki arti yang berbeda. Dijelaskan dokter spesialis kedokteran jiwa dr Alvina, SpKJ, dari Primaya Hospital Bekasi Barat, fetish adalah objek yang tidak hidup. Berbeda dengan kondisi fetishism, yang artinya sebuah fantasi, dorongan, atau perilaku yang menggunakan benda mati agar terangsang secara seksual.

Apakah gangguan fetishism berbahaya?
"Jika ditanya apakah seorang dengan fetish sendiri mengancam keselamatan atau kejiwaan orang lain, maka kita harus kembali lagi bahwa gangguan fetish sendiri melibatkan objek yang tidak hidup dan biasanya ada rasa inadekuat (tidak memadai) maka konfrontasi secara langsung jarang dilakukan," kata dr Alvina, melalui rilis yang diterima detikcom pada Jumat (31/7/2020).

Apa yang memicu seseorang mengalami gangguan fetishism?
dr Alviana menjelaskan, fetishism bisa terjadi pada seseorang dilatarbelakangi beberapa hal. Pertama, mereka kemungkinan pernah menjadi korban atau pernah melihat perilaku seksual yang menyimpang. Kedua, sebuah teori mengatakan bahwa seseorang yang tidak mendapatkan kontak seksual yang baik, mencari kepuasan dengan cara lain.

"Secara umum, penyimpangan seksual lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan dan terdapat teori yang mengatakan bahwa fetishism berkembang sejak masa kanak-kanak namun adapula yang mengatakan onset-nya adalah saat masa pubertas," tambah dr Alviana.

Apakah gangguan fetishism bisa sembuh?
Untuk melakukan penyembuhan, dr Alviana mengatakan, gangguan fetish bisa diterapi dengan berbagai cara psikoterapi baik individual maupun kelompok serta dapat dilakukan pemberian terapi obat-obatan dan hormon.

"Untuk menghindari gangguan fetish hendaknya masyarakat menciptakan lingkungan yang ramah anak, peduli pada kesehatan anak baik secara fisik maupun mental, dan bersikap melindungi anak dari paparan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual," pungkasnya.

Seks Aneh Fetish Pocong Mahasiswa Jatim, Mummification Bondage?

Warganet heboh dengan munculnya seks aneh yang dipraktikkan mahasiswa di Surabaya. Seks yang tidak lumrah itu disebut dengan 'fetish kain jarik' atau 'fetish pocong'. Seks aneh ini mirip dengan mumifikasi dalam aliran bondage sex.
Korban fetish pocong itu menguraikan kejadian yang menimpanya, lewat akun Twitter-nya, Mufis @m_fikris, Rabu (29/7).

Mufis dibungkus dengan kain-kain jarik beberapa lapis. Teman Mufis juga diikat dengan semacam isolasi berwarna gelap. Mufis akhirnya sadar bahwa ini adalah pelecehan seksual berbau fetisisme.

"Sumpah awalnya gw gak ngira si bisa kena pelecehan sexual kek gini. Gw kek bego banget gak tau mana riset mana hal-hal berbau fetish gini, rada shock juga si gw. Tp karena suatu pertimbangan (takut bertambahnya korban) gw jadi berani speak up," tulis korban seperti yang dilihat detikcom di akun twitter Mufis @m_fikris, Rabu (29/7).

Praktik yang dialami Mufis mirip dengan praktik mumifikasi dalam bondage sex. Praktisi mumifikasi itu bakal diikat-ikat, dibungkus-bungkus, dan berisiko kehabisan napas. Ini adalah perilaku seks yang mengandung bahaya.
https://nonton08.com/love-copyright-2/

5 Fakta Pandemi Flu Spanyol yang Juga Pernah Melanda Indonesia

Virus CoronaCOVID-19 bukan satu-satunya pandemi yang dihadapi dunia dan Indonesia khususnya. Pada 1918, flu spanyol juga menyebar luas ke segala penjuru dunia di tengah berkecamuknya perang dunia.
Ada banyak kemiripan antara flu spanyol dengan COVID-19, salah satunya punya gejala mirip influenza. Penularannya juga sangat cepat dan mematikan.

Syefri Luwis, seorang peneliti sejarah wabah di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa kemunculan flu spanyol di Indonesia juga sempat bikin geger pada zamannya. Seharusnya, ada banyak hal yang bisa dipelajari dari pengalaman masa silam.

"Sekitar 102 tahun yang lalu, kita sudah pernah mengalami flu spanyol. Akan tetapi, masyarakat sekarang bertindak seolah-olah baru mengalami kejadian ini," kata Syefri dalam diskusi di BNPB.

Berikut 5 fakta flu spanyol yang melanda Indonesia 100-an tahun silam.

1. Memakan banyak korban jiwa
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa flu Spanyol telah memakan sekitar 20-100 juta korban jiwa di seluruh dunia. Penelitian baru dari Prof Siddharth Chandra, seorang direktur di Michigan State University menjelaskan bahwa di daerah Jawa dan Madura, kurang lebih ada 4,37 juta korban jiwa dari jumlah penduduk sekitar 60 juta orang.

2. Terjadi dalam dua gelombang
Ravando Lie, seorang kandidat Doktor Sejarah di University of Melbourne menjelaskan bahwa pandemi flu spanyol terjadi dalam dua gelombang. Pada saat gelombang pertama, diperkirakan belum berbahaya. Namun, gelombang kedua telah mematikan banyak korban.

"Pada gelombang pertama, disebutkan bahwa masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) tak perlu khawatir karena virus ini tak separah wabah virus influenza akhir abad-19. Namun, pada gelombang kedua justru mematikan jutaan orang sehingga pemerintah Hindia Belanda membentuk komisi investigasi untuk penyebaran virus ini," jelas Ravando, dalam diskusi di BNBP Indonesia.

3. Banyak dibayangi hoax
Rupanya tren peredaran hoaks sudah ada sejak tahun 1918. Ravando menjelaskan bahwa saat pandemi flu spanyol terjadi, banyak hoaks yang beredar untuk kepentingan pribadi. Salah satunya adalah hoaks yang dibuat oleh tukang lele di Wonogiri, bahwa konsumsi ikan lele bisa menangkal virus flu spanyol. Hal ini membuat stok lele ludes dan harga melonjak berkali lipat.

Selain itu, terdapat juga hoaks di Purwokerto mengenai seseorang yang mengaku bahwa ia ditemui oleh Nyi Roro Kidul, sehingga memiliki kekuatan menangkal penyakit flu spanyol. Hal ini membuat masyarakat mendatangi rumahnya dan menyumbang untuk didoakan.

4. Protokol kesehatan kurang ditaati
Para dokter pada masa itu menyarankan untuk tidak melakukan kumpul-kumpul atau melakukan lockdown guna mengurangi penyebaran penyakit flu spanyol. Akan tetapi kalangan kehakiman menolak aturan itu dengan alasan lockdown dapat membuat kekacauan dan kebingungan di masyarakat.

Tak hanya itu, diterapkan juga hukuman kurungan jika melanggar tata cara, seperti menaikan dan menurunkan penumpang, melakukan kegiatan angkut barang di pelabuhan. Namun, rumusan protokol itu menimbulkan ketegangan di antara para pengusaha.

5. Mengandalkan riset ilmiah
Ravando menceritakan pada saat itu, strategi melakukan penelitian ilmiah bisa menjadi salah satu terobosan penting, dengan cara menyebarkan kuesioner pada dokter di Hindia Belanda. Terkumpul 83 hasil kuesioner guna mengetahui penanganan yang berbeda-beda di berbagai wilayah. Dengan demikian, penelitian ini dapat menemukan cara terbaik untuk menanggulangi adanya flu spanyol.
https://nonton08.com/tasty-trap-affair-2/