Sabtu, 02 Mei 2020

Singapura Laporkan 932 Kasus Baru Virus Corona, 16 Meninggal

Singapura kembali melaporkan lonjakan kasus baru virus Corona COVID-19. Pada hari Jumat (1/5/2020), pemerintah setempat melaporkan 932 kasus baru membuat total infeksi menjadi 17.101.
Dari kasus baru yang terkonfirmasi tersebut, sebanyak 905 kasus terjadi pada pekerja imigran yang tinggal di asrama. Hanya ada lima kasus infeksi Corona yang dialami oleh warga asli Singapura.

"Kami terus mendapatkan banyak kasus pada pemilik izin kerja yang tinggal di asrama, termasuk di asrama bekas pabrik, karena pemeriksaan yang intensif," kata Kementerian Kesehatan Singapura seperti dikutip dari CNA, Sabtu (2/5/2020).

Hingga kini Singapura melaporkan sudah 16 pasien positif virus Corona yang meninggal dunia.

Google Setop Shoelace, Jejaring Sosial yang Banyak Orang Belum Tahu

Pernah dengar aplikasi jejaring sosial besutan Google Shoelace? Ya, jika ini pertama kali kamu mendengarnya, bisa jadi ini kali terakhir kamu mengenalnya.
Google memutuskan untuk berhenti mengembangkan Shoelace yang diperkenalkan oleh Google's Area 120. Mungkin kamu bertanya-tanya mengapa perusahaan sebesar Google gagal memasarkan produknya, namun ada alasan di baliknya. Ini adalah eksperimen awal dari Google, selain itu terbatas pada pengguna terpilih di New York City.
Tampilan Shoelace digambarkan oleh salah satu testimoni sebagai 'gabungan dari Facebook Event dan chat WhatsApp Group yang didesain sesuai dengan
milenial atau Gen Z'.


Ini bukan kali pertama Google memiliki sejarah yang sulit dengan jejaring sosial seperti Google+, pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung telah menyebabkan banyak orang memutuskan untuk memprioritaskan kembali kehidupan dan pekerjaan mereka. Bahkan, tim Shoelace sendiri menyarankan Google untuk menghentikan rodanya pada percobaan ini.
"Seperti semua proyek di Area 120, Shoelace adalah eksperimen," tulis perusahaan itu di Google Doc.
"Kami bangga dengan pekerjaan yang kami capai dan komunitas yang kami bangun, tetapi mengingat krisis kesehatan saat ini, kami tidak merasa bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi lebih lanjut dalam proyek ini," sambungnya.
Tim pun tidak memiliki rencana untuk menghidupkan kembali produk setelah krisis COVID-19, demikian dikutip dari Tech Crunch.

Google Meet Gratis, Para Pengguna Zoom Tertarik?

Mulai bulan Mei ini, Google mulai menggratiskan layanan video conference mereka untuk semua pemilik akun Google, yaitu Google Meet. Siap caplok pengguna Zoom?
Sebelumnya, untuk menggunakan Google Meet hanya dapat diakses orang-orang yang telah mendaftar untuk solusi korporasi, G Suite. Namun tampaknya seiring dengan meningkatnya kebutuhan meeting virtual, Google mengambil langkah tepat saat kondisi pandemi Corona saat ini.

Sebagai produk premium, tentunya Google Meet bisa menarik calon penggunanya dengan iming-iming seperti stabilitas dan kualitasnya dibandingkan dengan layanan gratis.

"Hari ini Google Meet, produk video conference premium kami gratis untuk semuanya selama beberapa pekan ke depan," ujar Vice President & GM G Suite Google Javier Soltero dikutip dari blog resmi Google, Jumat (1//5/2020).

Ya, Google sejauh ini hanya menggratiskan Google Meet dari Mei sampai 30 September 2020.

Layanan video call ini juga terbatas hingga 60 menit, lebih lama 20 menit dibandingkan Zoom. Begitu jumlah peserta video conference yang terlibat, yaitu sampai 100 orang.

Google Meet yang mana dahulunya dikenal dengan Google Hangouts Meet mencatatkan telah melewati 100 juta pengguna aktif harian dan menambah sekitar tiga juta pengguna baru setiap hari.

Angka tersebut masih belum ada apa-apa dengan Zoom yang sudah merengkuh pencapaian 300 juta pengguna aktif harian saat ini.

Layanan video conference lainnya juga ikut merasakan 'durian runtuh' selama pandemi Corona. Bulan lalu, pengguna aktif harian Skype naik 70% menjadi 40 juta.

Daftar 10 Obat dan Vaksin yang Tengah Diuji untuk Virus Corona (4)

6. Kaletra (lopinavir/ritonavir)
Perusahaan farmasi AbbVie mengembangkan kombinasi obat antivirus yang digunakan untuk mengobati dan mencegah infeksi HIV, yang kemudian diberi nama kaletra. Lebih dari dua puluh uji coba di seluruh dunia meneliti obat ini sebagai pengobatan COVID-19. Hasil penelitian diharapkan keluar pada Mei 2020.

7. RhACE2 APN01
Perusahaan bioteknologi Aperion Biologics yang berbasis di Wina, Austria, mengembangkan obat yang dinamakan enzim pengonversi angiotensin rekombinaan manusia (rhACE2). Obat ini masih dalam tahap uji klinis fase 2 pada pasien cedera paru akut.

Uji coba ini dilakukan di Austria untuk melihat apakah rhACE2 dapat memblokir masuknya virus dan mengurangi replikasi virus pada pasien Corona dan mengurangi efek samping kematian atau sesak napas. Hasil uji coba ini diharapkan selesai pada September 2020.

8. mRNA 1273
Vaksin ini dikembangkan oleh Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH) dan bekerjasama dengan perusahaan bioteknologi asal Cambridge, Amerika Serikat. Vaksin ini dibuat dengan messenger-RNA yang mengkode protein SARS-CoV-2 dan dikemas dalam bentuk lipid nanoparticle.

Uji coba fase 1 dengan 45 subjek berusia 18-55 di tiga lokasi di Amerika Serikat akan mengevaluasi keamanan vaksin dan memberikan data awal tentang respon imun pada relawan yang diinduksi. Penyelesaian uji coba diperkirakan 1 Juni 2020.

9. NVX-CoV2373
Perusahaan bioteknologi yang berbasis di Maryland, Novavax, tengah mengembangkan vaksin untuk virus covid-19, bernama NVX-CoV2373. Vaksin ini diharapkan akan membantu pasien COVID-19 meningkatkan respon imunnya. Uji coba pada 130 orang dewasa akan dimulai pada pertengahan Mei dengan hasil imunogenisitas dan kelayakan awal pada bulan Juli 2020.

10. Lentiviral Minigene Vaccines (LV-SMENP)
Shenzhen Genoimmune Medical Institute mengembangkan vaksin dengan merekayasa minigen yang mengkode antivirus dan digunakan untuk meningkatkan imunitas. Uji coba vaksin ini telah dilakukan di Shenzen, China, pada 100 orang dewasa dan diperkirakan selesai pada Juli 2020.

2. Hydroxychloroquine/Chloroquine
Obat malaria juga diyakini memiliki penangkal virus. Keduanya disebut mampu memblokir SARS-CoV-2 ke dalam sel dalam percobaan in-vitro. Dalam beberapa kasus, penggunaan hydroxychloroquine dikombinasikan dengan obat lainnya, seperti antibiotik Zithromax atau azithromycin. Hasil yang diberikan pun cukup menjanjikan.

Namun penelitian di Brazil yang menguji obat antimalaria klorokuin untuk pasien COVID-19 harus dihentikan lebih awal pada salah satu kelompok pasien setelah mereka mengalami masalah aritmia jantung atau gangguan irama jantung yang berbahaya. Satu rumah sakit di Prancis juga dilaporkan menghentikan pemberian hydroxychloroquine dan klorokuin setelah satu pasien mengalami masalah gangguan irama jantung.

3. Actemra (tocilizumab)
Sebuah perusahaan bioteknologi Roche, asal Switzerland mengembangkan obat atibodi bernama actemra. Obat ini sebelumnya digunakan untuk menangani artritis reumatoid dan sebagai obat kekebalan sitokin pada pasien kanker.

Tercatat 15 uji coba pada obat ini telah dilakukan di China, Eropa, dan Amerika Serikat. Obat ini diberikan kepada pasien positif COVID-19 dan dibandingkan juga dengan pasien yang menjalani terapi lain. Satu percobaan di Prancis melihat adanya perbaikan kondisi pasien di hari ke-28 yang pasien juga merupakan pengidap kanker stadium lanjut.

4. Kevzara (sarilumab)
Obat ini tengah diteliti oleh perusahaan farmasi Amerika Serikat Sanofi dan Regeneron Pharmaceuticals. Kevzara merupakan jenis obat antibodi monoklonal atau pereda radang sendi atau obat imun kekebalan sindrom sitokin.

Kepala peneliti Regeneron Pharmaceuticals mengatakan uji coba Kezvara pada pasien positif COVID-19 menunjukkan hasil yang cukup baik. Hasil analisis tentang efektivitas obat ini untuk COVID-19 rencananya keluar pada April.

5. Jakavi (ruxolitinib)
Obat yang dikembangkan oleh Novartis, Incyte ini sebelumnya digunakan sebagai penyembuhan radang sendi dan autoimun. Uji coba obat Jakavi pada pasien positif virus sudah dilakukan di Kanada dan Meksiko.

Obat Jakavi di Meksiko dan Kanada diberikan pada pasien Corona yang memiliki gejala pernapasan parah dan memiliki sindrom badai sitokin. Hasil uji coba ini kemungkinan baru akan diketahui pada Juni 2020.