Minggu, 02 Februari 2020

Pelancong Rela Tempuh 60 Km Demi Festival Teluk Tomini

Gaung Festival Teluk Tomini 2019 sudah terdengar sejak jauh hari. Bukan hanya di kalangan masyarakat setempat, tetapi sampai ke wisatawan dari berbagai penjuru Nusantara. Sejumlah pelancong bahkan datang lebih awal beberapa hari sebelum event dibuka.

FTT 2019 digelar di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah pada 19-23 April. Untuk sampai ke lokasi, pelancong harus menempuh jarak sekitar 60 km menggunakan kendaraan jenis travel yang bisa dipesan di hari sebelumnya.

Seorang wisatawan asal Lampung Jay mengaku sejak lama penasaran dengan FTT. Terlebih event ini pernah mendunia dan menjadi kegiatan berskala internasional bertajuk Sail Tomini pada 2015 silam.

"Perjalanan dari Palu ke Parigi Moutong menjadi daya tarik sendiri bagi pencinta wisata alam seperti saya. Akses jalan relatif mudah namun berkelok-kelok melewati jalanan khas perbukitan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/4/2019).

Untuk amenitas, ada banyak guest house yang tersedia dengan tarif relatif terjangkau. Sementara untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, pengunjung bisa berburu kuliner berupa olahan laut seperti ikan bakar. Ini mungkin yang khas dari daerah ini. Hampir semua rumah makan menyediakan menu ikan bakar karena Parigi Moutong dikenal sebagai penghasil ikan laut yang melimpah.

Kadis Pariwisata Parigi Moutong Zulfinachri Achmad mengatakan FTT sudah digelar sejak tahun 2012. Tingginya minat masyarakat dan wisatawan pada kegiatan tersebut akhirnya mendorong pemerintah setempat untuk menjadikannya event tahunan.

"Tahun ini, pembukaan FTT digelar di halaman Kantor Bupati Parigi Moutong. Adapun kegiatan yang menjadi agenda pada pelaksanaan FTT 2019, antara lain Pemilihan Putra Putri Bahari Teluk Tomini, Lomba Fotografi Objek Wisata, Parade Tomini Fashion Carnival, Festival Musik Tradisional, Festival Kuliner, dan Pameran Kerajinan Rakyat. Di lokasi juga berdiri stand-stand pameran dari seluruh organisasi perangkat daerah," jelasnya.

Menurutnya, kegiatan ini memiliki keterkaitan yang erat dan tidak dapat terlepas dari kegiatan pariwisata lainnya. Keseluruhan dari kegiatan ini mempunyai arah dan tujuan yang jelas, yaitu menciptakan daya tarik yang unik dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kemenpar Esthy Reko Astuti menyatakan FTT adalah kegiatan rutin tahunan yang masuk Calendar of Event (CoE) Kementerian Pariwisata. Sesuai nama kegiatan, event ini digelar untuk mengeksplor Teluk Tomini agar lebih dikenal masyarakat luas. Dengan festival ini, diharapkan kunjungan wisatawan semakin meningkat, baik wisatawan lokal maupun mancanegara.

"Teluk Tomini adalah aset berharga bagi sektor pariwisata Indonesia. Di sini, wisatawan bisa melakukan aktivitas snorkeling untuk menikmati keindahan bawah laut. Bagi yang suka memancing, Teluk Tomini juga memiliki spot-spot yang bagus untuk berburu strike," ungkapnya.

Festival Teluk Tomini masuk dalam kategori wisata bahari dan budaya. Belakangan, jenis wisata bahari sangat digandrungi karena banyak aktivitas yang bisa dilakukan. Tak hanya bersantai menikmati keindahan pantai, wisatawan juga bisa melakukan kegiatan lain sesuai dengan potensi objek wisata yang bersangkutan. Bisa diving, snorkeling, memancing, bahkan pantai-pantai tertentu bisa digunakan untuk surfing.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak objek wisata pantai yang indah dan potensial. Pantai dan laut menjadi salah satu kekayaan yang bisa digarap untuk menopang sektor pariwisata Indonesia seiring dengan meningkatnya target kunjungan wisman sebesar 20 juta sepanjang tahun 2019," terangnya.

Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan potensi pariwisata bahari Indonesia perlu dikembangkan lebih maksimal. Sebagai negara kepulauan, wisata bahari dinilai mampu memberi pemasukan yang cukup signifikan bagi Indonesia.

"Kekayaan bahari Indonesia amat beragam. Selain pantai, 70% jenis koral yang hidup di dunia terdapat di Indonesia. Sayangnya, kelebihan itu belum dikelola dengan baik sehingga tidak memberi dampak positif bagi perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat. Perlu terobosan yang lebih efektif untuk mendorong kemajuan wisata bahari kita," tegasnya. 

Ke Festival Crossborder Nunukan Direkomendasikan Cicipi Luba Laya

Berbicara tentang kuliner nusantara tak akan ada habisnya. Selalu saja ada kuliner unik dan nikmat di setiap daerah. Salah satunya Luba Laya khas suku Dayak Lundayeh yang dapat dijumpai saat Festival Crossborder Nunukan.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan kuliner menjadi cara paling cepat, paling efektif, dan paling halus untuk melakukan penetrasi pasar wisatawan. Contohnya wisatawan Malaysia dan Brunei yang rela menempuh perjalanan jauh ke Pontianak hanya untuk berwisata kuliner.

"Itulah keunggulan kuliner kita. Siapa pun pasti terpikat. Kelezatan kuliner Indonesia sudah mendunia. Nah yang masih penasaran akan kelezatan kuliner khas Kalimantan silahkan datang ke Festival Crossborder Nunukan. Nanti akan ada bazar kuliner juga disana," ungkap Menteri asal Banyuwangi dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/4/2019).

Tak hanya warga lokal, turis asing pun tak mau ketinggalan festival Crossborder Nunukan yang digelar 27-28 April nanti karena menyuguhkan kuliner yang nikmat.

"Soal kuliner Kalimantan itu sangat kaya. Referensinya banyak. Inilah salah satu tujuan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar Festival Crossborder. Kami ingin mengangkat juga kekayaan kuliner di Kalimantan sehingga makin dikenal wisatawan," ujar Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional II Adella Raung.

Luba Laya sendiri bentuknya sepintas seperti lontong, bukan sembarang lontong. Kuliner khas suku Dayak Nunukan ini memiliki rasa yang berbeda karena terbuat dari beras organik, Adan Krayan. Hal tersebut membuat rasanya lebih gurih dan sedikit rasa manis dibanding dengan lontong biasa.

Biasanya Luba Laya dibungkus menggunakan daun Itip, sejenis pohon pisang pisangan yang biasanya ditanam untuk taman. Hal itu untuk mendapatkan harum yang khas, namun bisa juga dibungkus dengan daun pisang tanpa mengurangi rasa dari kulinernya.

Kuliner tersebut paling enak disantap dengan telu atau biter. Bisa juga dinikmati dengan Dorma atau Soto.

Menurut Adella, nikmatnya berbagai kuliner Kalimantan seperti Luba Laya kini menjadi buruan wisatawan. Khususnya wisatawan asal Malaysia dan Brunei Darussalam yang rela berburu kuliner hingga ke Pontianak melewati Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Nunukan.

"Potensi ini tentu bisa dimaksimalkan. Pengembangan destinasi kuliner di Nunukan dapat menjadi opsi untuk mendorong pengembangan perekonomian masyarakat. Opsi-opsi ini yang kita dorong lewat Festival Crossborder yang rutin kita gelar di Nunukan," tambah Adella.

Terpisah Kabid Pemasaran Area III Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Sapto Haryono menuturkan, kuliner menjadi sarana efektif menjaring wisatawan negeri tetangga. Apalagi lidah wisatawan Malaysia dan Brunei Darussalam sangat familiar dengan rasa kuliner di Kalimantan yang pada dasarnya masyarakatnya masih sama-sama rumpun Melayu.

"Kemasyhuran kuliner Nunukan di negeri Jiran sudah melegenda. Seperti beras Adan dari Krayan. Kalau mau makan nasi yang enak warga negara tetangga rela membayar mahal beras Adan. Makanya Sultan Brunei pun sangat menyukainya. Dari sini perlahan kita masuk," papar Sapto.