Rabu, 20 November 2019

3 Profesor Baru Kemenag Dikukuhkan, Menag: Lanjutkan Moderasi Beragama

Tiga peneliti Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) dikukuhkan sebagai profesor riset. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi berharap pengukuhan ini dapat memicu para pegawainya untuk menghasilkan prestasi yang lebih baik.

"Masing-masing atas nama Prof. Muhammad Adlin Sila, Prof. Farida Hanun, dan Prof. Idham. Untuk itu saya mengucapkan selamat karena telah mencapai puncak gelar tertinggi sebagai jabatan fungsional peneliti. Semoga mementum ini bisa menjadi pemicu kita semua untuk senantiasa berusaha mencapai prestasi yang tertinggi," kata Menag Fachrul Razi pada acara Orasi Pengukuhan Profesor Riset, di kantor Kementerian Agama, Jalan M.H. Thamrin, Kebon Sirih, Menteng, Kota Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).

Fachrul datang di tengah-tengah kegiatan, usai para peneliti yang dikukuhkan tersebut menyampaikan orasinya. Namun dia mengaku telah membaca naskah orasi mereka dan memberikan tanggapannya soal orasi para profesor tersebut.

"Mengutip dari orasi bapak Prof. Muhammad Adlin Sila tadi, moderasi beragama merupakan upaya menghadirkan jalan tengah atas dua kelompok ekstream antara liberalisasi dan konservatisme dalam memahami agama. Tujuannya tak lain untuk menghadirkan keharmonisan di dalam kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa," ucapnya. https://bit.ly/2KECCWV

Dia mengatakan orasi Muhammad Adlin Sila tersebut menekankan kewaspadaan terhadap munculnya kelompok keagamaan eksklusif dan intoleran yang sering mengklaim sebagai kelompok paling baik. Fachrul juga menanggapi orasi Idham soal potensi hubungan adat, budaya, dan agama untuk dapat saling menguatkan.

"Yang bersangkutan menemukan bahwa adat, budaya dan nilai agama dapat berjalan seiring-seirama an bahkan saling memperkuat dalam menciptakan peradaban yang kokoh dan maju," tutur Fachrul.

Selanjutnya, Fachrul pun menanggapi orasi Farida Hanun mengenai kondisi madrasah saat ini. Dia menyampaikan melalui orasi Farida, masyarakat dapat melihat bahwa madrasah memiliki potensi yang tidak kalah dengan lembaga pendidikan lainnya.

"Madrasah kita telah melakukan inovasi-inovasi yang membuat madrasah bisa setara bahkan mengungguli lembaga pendidikan lainnya. Bahkan atas pengembangan pesatnya itu, kami kementerian agama tidak ragu untuk menggaungkan tagline, 'madrasah lebih baik, lebih baik madrasah'," Ujar Fachrul.

Di penghujung sambutannya, dia memberikan tantangan kepada ketiga peneliti Kemenag yang telah dikukuhkan menjadi profesor itu agar menjadi agen dalam moderasi beragama. Fachrul juga berpesan pada seluruh pegawai Kemenag untuk menjaga inovasi dan integritas dalam berkerja. Hadir pula dalam kegiatan ini mantan Menag periode sebelumnya, Lukman Hakim Saifuddin.

"Saya memberikan tantangan agar saudara menjadi agen-agen terdepan dalam melanjutkan upaya-upaya positif yang telah dilakukan kementerian agama terkait moderasi beragama agar Prof. Adlin dan Prof. Idham menjadi pengawal tentang moderasi beragama untuk meraih hasil yang dicita-citakan. Kepada Prof. Dr. Farida saya sampaikan agar saudara harus berkontribusi lebih luas menjadikan lembaga Madrasah menjadi yang terdepan dalam mencipatakan insan yang beriman, bertaqwa sekaligus unggul, baik di level daerah, nasional maupun internasional," jelasnya. https://bit.ly/2pyEclU

Roy Suryo Nilai Larangan Etnis China Miliki Tanah di Yogya Sudah Tepat

Mantan anggota DPR yang ikut mengawal UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (KDIY), Roy Suryo, menilai aturan WNI keturunan China tidak boleh memiliki tanah di Yogyakarta sudah tepat. Ia mengaku heran dengan mahasiswa Fakultas Hukum UGM Felix Juanardo Winata yang menggugat aturan itu.

UU KDIY disahkan pada Agustus 2012. Salah satu yang mengawal dan mengusung UU ini adalah anggota DPR dari Dapil Yogyakarta, Roy Suryo.

Roy sangat tidak setuju dengan materi gugatan Felix. Menurut Roy Suryo, larangan etsnis China menguasai tanah di Yogyakarta memiliki sejarah panjang dan punya tujuan khusus.

"Instruksi tersebut untuk melindungi masyarakat ekonomi lemah, keistimewaan DIY, menjaga kebudayaan dan keberadaan Kasultanan Yogyakarta keseimbangan pembangunan masa depan DIY, dan demi pembangunan masa depan DIY," kata Roy Suryo saat dihubungi detikcom, Rabu (20/11/2019).

Larangan itu tertuang dalam Instruksi Wakil Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K898/I/A/1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak atas Tanah kepada Seorang WNI Nonpribumi. Menurut Roy, aturan ini sudah sangat tepat.

"Selaku warga asli Yogya dan 10 tahun menjadi wakil rakyat dari DIY, saya sangat mendukung apa yang dulu diputus oleh Bapak Cokro Hendro Mukti (hakim PN Kota Yogyakarta) tersebut karena memang sesuai Instruksi Wagub DIY Nomor K.898/I/A/1975 sudah sangat tepat," ujar Roy.

"Simple saja, kalau tinggal di Yogya maka memang harus nJawani untuk bisa mengerti segala aturan yang berlaku di Ngayogyakarta Hadiningrat ini. Kalau mereka tidak juga mau mengerti maka kadang-kadang malah disebut oleh warga sini dengan sebutan 'durung dadi uwong' alias belum benar-benar bisa memahami (kehidupan) manusia," sambung mantan legislator selama 2 periode itu.
Baca juga: Bertubi-tubi Keistimewaan Yogya Digoyang, Dari Pilgub hingga Keturunan China

Selain soal aturan tanah, keistimewaan lain banyak ditemui di Yogyakarta. Roy Suryo mencontohkan Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo (kini Ketua BKKBN) melarang minimarket frenchise nasional sepanjang tidak bekerjasama dengan penduduk lokal.

"Dengan kasus ini saya juga menyentil para wakil rakyat DIY sekarang untuk 'bangun' dan bela Keistimewaan Yogya. Jangan sampai ada pihak-pihak yang tidak mengerti unggah-ungguh ini merusak Keistimewaan DIY. 'Jogja ojo di dol', Jogja jangan dijual kata masyarakat," cetus Roy. https://bit.ly/2KSHMyX

Dalam gugatannya, sedikitnya, Felix mengajukan batu uji:

1. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

2. Setiap orang berhak atas pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum.

3. Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang bersifat diskriminatif itu.

"Merupakan suatu perlakukan diskriminatif atas dasar ras dan suku terhadap WNI berketurunan Tionghoa karena tidak dimungkinkan untuk menguasai hak milik atas tanah di wilayah DIY," ujar Felix.

Menag Cerita Ada 'Pengantin' Bom di Instansi Pemerintah: Untung Terungkap

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi berbagi pengalamannya ketika mendapat cerita ada seorang yang bekerja di instansi pemerintah siap menjadi pelaku bom bunuh diri. Dia menyebut pelaku aksi tersebut sebagai 'pengantin'.

"Saya masih ingat salah satu teman, pimpinan di sebuah instansi yang hukum juga, mengatakan kepada saya, mohon maaf di depan sidang kabinet terbatas, 'Pak, kalau di saya, harus saya akui, malah ada yang sudah siap menjadi 'pengantin' dan malah perempuan lagi,'" kata Fachrul saat memberi sambutan dalam acara Sarasehan Bintalad TA 2019 di Mabes AD Binas Pembinaan Mental, Jalan Kesatrian VI, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (20/11/2019).

Dia mengaku bersyukur hal tersebut bisa diungkap sebelum aksi tersebut terjadi. Fachrul mengatakan, jika hal tersebut tidak terungkap, akan memunculkan kondisi yang berbahaya.

"Untung terungkap. Kalau nggak terungkap, bagaimana bahayanya. Dia berada di lingkaran dekat kita, tahu-tahu dia siap jadi 'pengantin'," ucapnya.

Fachrul kemudian memberi analogi jika orang yang siap menjadi 'pengantin' itu beraksi. Menurutnya, orang-orang bisa saja tidak sadar karena pelaku adalah orang yang dikenal.

"Mungkin kita lihat dia dadanya keliatan membusung, seksi, padahal di dalam dadanya itu mungkin ada sesuatu yang disembunyikan. Tiba-tiba meledak di dekat pimpinan," ucap Fachrul. https://bit.ly/2s1foUA