Rabu, 20 November 2019

UU Keistimewaan Digugat Mahasiswa UGM, Ini Respons Sultan Yogya

UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) digugat mahasiswa UGM keturunan China, Felix Juanardo Winata, karena dinilai diskriminatif. Ini tanggapan Gubernur DIY yang juga Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.

Aturan yang tidak mengizinkan warga etnis China memiliki aset tanah di Yogya. Bagaimana respons Sultan HB X terkait gugatan itu?

Saat ditemui wartawan di Kepatihan Kantor Gubernur DIY, Sultan menanggapi santai gugatan Felix ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga tak mempermasalahkan langkah hukum yang diambil Felix.

"Ya nggak apa-apa. Nggak apa-apa. Ya wajar saja. Dasarnya apa nanti kan alasannya sendiri ada," jelas Sultan menggapai gugatan itu, Rabu (20/11/2019).

Disinggung apakah Pemda DIY akan menyiapkan langkah hukum merespon gugatan itu, Sultan mengaku belum tahu.

"Ya belum tahu, kita belum tahu, nggak ada yang menghubungi," ungkap Sultan.

Diberitakan sebelumnya, Felix menggugat UU Keistimewaan DIY ke MK. Sebab adanya UU itu menjadikan Felix tidak bisa memiliki tanah Yogya. Ia pun menilai UU itu diskriminatif dan melanggar Sila ketiga dan kelima Pancasila serta melanggar UUD 1945. https://bit.ly/2qu1xWn

Saking Istimewanya, Yogyakarta Dapat Rp 1,3 Triliun dari Indonesia pada 2020

Pemerintah Indonesia memberikan keistimewaan kepada Yogyakarta. Salah satunya dengan memberikan dana keistimewaan tiap tahun kepada Yogyakarta.

Bukti keistimewaan itu diwujudkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2019 tentang APBN 2020. Sebagaimana dikutip detikcom, Rabu (20/11/2019), salah satu isi APBN 2020 adalah soal penyaluran dana untuk Yogyakarta, yaitu pemerintah Indonesia mengalokasikan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp 1,3 triliun.

Yogyakarta menjadi satu-satunya provinsi yang mendapatkan dana keistimewaan dari pemerintah Indonesia. Dana ini diberikan setiap tahun lewat APBN.

Hak mengatur tanahnya sendiri merupakan salah satu keistimewaan yang diberikan pemerintah Indonesia kepada Kesultanan Yogyakarta. Hal itu tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf B UUD 1945. Yaitu:

1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Keistimewaan Yogyakarta tidak lahir serta merta. Yogyakarta berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. Yogyakarta pula 'negara' pertama yang mendukung kemerdekaan negara Indonesia. Oleh sebab itu, Yogyakarta memiliki hak istimewa di bawah payung NKRI.

Secara historis, Kesultanan Yogyakarta sudah eksis lewat Kerajaan Mataram dengan raja yang terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang bertakhta pada 1613 sampai 1645 .

Pada 13 Maret 1755, terjadi Perjanjian Giyanti, yang melahirkan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Perjanjian ini yang menjadi cikal bakal Yogyakarta hingga hari ini.

Raja pertama adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I, yang bertakhta pada 1755 sampai 1792. Hingga hari ini, tercatat 10 Raja Yogyakarta yang memegang takhta kerajaan.

Dalam proses kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, 'negara' Kesultanan Yogyakarta yang pertama kali mengakui Indonesia pada 18 Agustus 1945. Sehingga bukan Indonesia yang memberikan kemerdekaan kepada Kesultanan Yogyakarta.

Yogyakarta pulalah yang memberikan seluruh tumpah darahnya untuk mendirikan negara Indonesia. Dalam perang mempertahankan Proklamasi, Kesultanan Yogyakarta berjuang total membantu Republik Indonesia. Sultan HB IX menyumbang berkilo-kilogram emas dengan nilai jutaan golden untuk pemerintah Indonesia. https://bit.ly/2qu1jP1

Anggota Komisi III Usul Kapolri Buat Aturan agar Polisi Tak Berperut Buncit

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mengusulkan agar Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan sejumlah aturan baru di kepolisian. Aturan tersebut soal seragam dimasukkan hingga polisi berperut buncit menguruskan badan.

"Pertama, saya itu tak terlalu srek, Pak, polisi ini bajunya dikeluarin. Kalau bisa, seperti dulu lagi, dimasukin bajunya. Dari zaman Mas Tito baju dikeluarin, tapi kalau saya lihat polisi lebih srek baju dimasukin lagi, lebih rapi kelihatannya, lebih dekat dengan rakyat," kata Trimedya saat raker Komisi III dengan Kapolri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Kemudian Trimedya juga mengusulkan agar ada imbauan polisi tak berperut buncit. Dia meminta imbauan tak hanya dikeluarkan Polri terkait gaya hidup mewah.

Sebelumnya, Kadiv Propam Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan aturan. Isinya, anggota Polri dilarang menampilkan kemewahan di lingkungan maupun di media sosial (medsos).

"Jadi kami usulkan Pak Sigit ini ke daerah juga ngecek, bila perlu Kapolri-nya badannya seperti ini, lihat kapolda-kapolda, kapolres yang perutnya buncit itu suruh kurusin. Jangan cuma soal kemewahan," kata Trimed. https://bit.ly/35jIkFy

"Kalau soal perutnya sama dengan perut saya, itu soal olahraga, supaya semua jajaran Polri bisa niru perutnya Saudara Kapolri. Tadi di ruang pimpinan, Saudara Kapolri bilang waktu ketemu Pak Prabowo, 'Wah, perutnya seperti letnan satu,' kata Pak Prabowo," imbuh dia.

Mendengar usulan-usulan tersebut, Kapolri tampak tersenyum.

Kapolri Janji Terus Cari Penyiram Air Keras ke Novel di Raker Komisi III

Kapolri Jenderal Idham Azis melaporkan soal perkembangan kasus penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan. Idham berjanji akan terus mencari pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.

Hal itu disampaikan Idham dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019). Idham mengatakan penyidikan suatu kasus bergantung pada alat bukti yang ada, sehingga pengungkapannya ada yang sulit, tapi ada pula yang mudah.

"Dalam kasus penyiraman air keras terhadap korban Saudara Novel Baswedan, Polri telah bekerja secara maksimal, melakukan langkah-langkah penyidikan dengan berkoordinasi dengan pihak eksternal, seperti KPK, Kompolnas, Komnas HAM, Ombudsman, para pakar nasional, bahkan dengan kepolisian Australia AFP," kata Idham.

Idham kemudian memaparkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan Polri untuk mengungkap kasus Novel. Misalnya, pemeriksaan 73 saksi, pemeriksaan terhadap 38 titik CCTV di sekitar lokasi yang berkoordinasi dengan AFP, pemeriksaan daftar tamu hotel serta penghuni kontrakan dan kamar kos di sekitar TKP.

"Pemeriksaan terhadap 114 toko kimia yang berada pada radius 100 km dari TKP, rekonstruksi wajah yang diduga pelaku, mengamankan 3 orang saksi yang dicurigai dan memeriksa alibi mereka dan dengan hasil tidak terbukti, mempublikasikan sketsa wajah dan mencari orang yang dicurigai sebagai pelaku, membuka media hot line 24 jam dengan nomor 0813398844474 dan menindaklanjuti setiap info yang masuk. Membentuk tim pengawas internal untuk melaksanakan audit terhadap proses penyidikan, berkoordinasi dan membuka ruang komunikasi dengan pihak eksternal, yaitu KPK, Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman," paparnya. https://bit.ly/2KEepQD