Rabu, 20 November 2019

Rektor UIN Suska: Ustaz Somad Diberhentikan dengan Terhormat Banget

Pengunduran diri Ustaz Abdul Somad Batubara (UAS) dari dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) telah dikabulkan. UAS diberhentikan dari status PNS secara terhormat.

"Kita sudah mengikuti semua prosedur yang ada untuk mengabulkan surat permohonan pengunduran diri UAS sebagai PNS. Dia kita berhentikan dengan hormat. Dia terhormat banget," kata Rektor UIN Suska Prof Akhmad Mujahidin, Rabu (20/11/2019).

Akhmad menjelaskan pihaknya tidak mungkin mempertahankan UAS. Sebab, pengunduran diri sebagai dosen justru datangnya dari ustaz kondang itu sendiri.

"Jadi beliau itu kehormatannya sangat terjaga. Lain hal kalau diperiksa KASN, keputusannya malah diberhentikan tidak hormatkan lain lagi, tentu Rektor mengambil keputusan berdasarkan regulasi di atasnya. Sekarang kan Sekjen (Kemenag) ngasih solusi ya berhentikan dengan hormat ya itukan haknya Rektor, ya sudah kita luruskan saja," kata Akhmad.

Menurut Akhmad, pihaknya sudah menempuh regulasi untuk mengambil keputusan memberhentikan UAS sesuai dengan permintaannya. Pihak kampus dalam tiga pekan berturut-turut sudah melayangkan surat klarifikasi ke UAS.

"Surat kita sampai kok melalui orang dekatnya UAS. Tapi kan tidak ada respons. Terus kita minta pertimbangan ke Sekjen Kemenag dan kita diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan itu," kata Akhmad.

Akhmad mengatakan surat pertimbangan dari Sekjen Kemenag dijawab pada 8 November 2019. Hanya saja secara resmi diterima pihak kampus pada 12 November 2019. https://bit.ly/345m1mL

"Itupun ketika saya ke Jakarta. Terus dikasih tahu surat resmi sudah selesai saya jemput. Terus tanggal 13-nya kita musyawarah pimpinan kita sikapi, ya akhirnya ya sesuai dengan permintaannya (UAS) ya kita luluskan permohonannya untuk berhentikan dengan hormat," kata Akhmad.

Di mata Rektor UIN Suska, UAS dinilainya merupakan aset sebagai ulama yang berwibawa dan memiliki jemaah yang banyak. Dia berharap UAS semakin berkembang usai tak lagi berada di dunia kampus.

"Semoga setelah tidak di akademik lagi, semakin eksis, berkembang, semakin baik ya komunikasinya dengan berbagai pihak, itu saja (harapan)," kata Akhmad.

UAS mundur karena alasan kesibukan. Akhmad mengatakan sikap UAS merupakan contoh elegan.

"Ketika beliau (UAS) merasa dirinya nggak bisa menjalankan menjalankan kewajibannya sangat baik, pengunduran diri jalan yang diizinkan oleh peraturan perundangan. Pegawai negeri berhenti itu nomor satunya atas permintaan sendiri. Itu urutan tertinggi, elegan nggak ada yang dirugikan, tidak ada yang disakiti ya kan, karena mundur, ya sudah selesai, itu normal saja," tutup Akhmad.

Ustaz Somad Isi Tausiyah di KPK

 Ustaz Abdul Somad (UAS) tiba-tiba keluar dari dalam Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengaku baru mengisi tausiyah tentang penguaran mental di tubuh lembaga antirasuah itu.

"Kemudian siang ini salat zuhur di KPK dan ada kajian dalam rangka penguata mental. Kalau di TNI ada bintal dan di kantor-kantor ada penguatan sesuai agama masing-masing maka di KPK ada tausiyah, ada pengajian menguatkan keyakinan apa yang kita lakukan adalah ibadah," kata Ustaz Somad di KPK Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2019).

UAS yang mengenakan busana muslim dan sarung dikalungkan di leher itu keluar dari gedung KPK sekitar pukul 14.00 WIB. Ia telihat di damping sejumlah orang berpakaian busana muslim.

 UAS menjelaskan inti dari tema tausiyahnya tersebut mengenai pentingnya memiliki intergritas. MUAS menjelaskan inti dari tema tausiyahnya tersebut mengenai pentingnya memiliki intergritas. 

UAS menjelaskan inti dari tema tausiyahnya tersebut mengenai pentingnya memiliki intergritas. Menurutnya, dalam Islam mengajarkan kecurangan sedikit apapun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. https://bit.ly/35fxKiW

Perludem soal Usul Pilkada Asimetris: Jangan Sampai Timbulkan Diskriminasi

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut usulan Pilkada asimetris harus dilakukan secara merata dan tidak diskriminatif. Perludem juga menilai rencana tersebut perlu dikaji dan melibatkan para pemangku kepentingan.

"Kalau pemerintah ingin menerapkan mekanisme pemilihan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, maka mutlak dilakukan secara inklusif dan tidak menimbulkan diskriminasi antardaerah serta tidak bersifat subjektif," ucap Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini kepada wartawan, Selasa (19/11/2019) malam.

Titi menyebut Pilkada asimetris bukanlah hal baru, ada beberapa daerah yang memiliki karakter sendiri terkait mekanisme pemilihan. Seperti DKI Jakarta yang tidak memilih wali kota, Yogyakarta tidak memilih gubernur, serta Aceh dengan keberadaan partai politik lokal.

"Sebab beberapa daerah yang memiliki kekhasan saat ini terkait dengan mekanisme pemilihan di daerahnya dikarenakan landasan kekhususan berkaitan dengan sejarah politik, sosial, dan kultural di daerah tersebut. Seperti Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Aceh misalnya," ujarnya. https://bit.ly/37kCo0X

Titi menyebut usulan Mendagri Tito Karnavian itu hendaknya melibatkan para pemangku kepentingan secara optimal. Dia berharap keputusan yang akan diambil tidaklah tergesa-gesa.

"Keputusan Kemendagri harus dibuat secara partisipatoris dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang ada secara optimal. Bukan sebagai sebuah keputusan yang tergesa-gesa," tuturnya.

Titi mengatakan kalaupun pemerintah akhirnya memutuskan untuk melakukan Pilkada asimetris sifatnya adalah temporer atau untuk sementara waktu. Titi menilai pemerintah kemudian akan menyiapkan segala instrumen agar hak politik rakyat bisa tersampaikan.

"Kalaupun pilihan itu diambil, sifatnya adalah temporer sembari pemerintah menyiapkan segala instrumen yang ada agar hak politik rakyat kemudian bisa difasilitasi langsung sebagaimana mekanisme pemilihan yang ada," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Mendagri Tito Karnavian ingin ada kajian soal kedewasaan demokrasi tiap daerah jika nantinya hasil kajian akademik menunjukkan perlu adanya sistem asimetris untuk Pilkada. Menurut Tito, di daerah yang dianggap mengerti demokrasi, Pilkada langsung bisa diterapkan. Namun, kata Tito, lain cerita jika di daerah tersebut penduduknya belum memiliki kedewasaan demokrasi yang mumpuni.

"Tapi di daerah tertentu yang tingkat kedewasaan demokrasi rendah, itu mau berbusa-busa calon kepala daerah bicara tentang programnya, nggak didengar. Karena memang kemampuan intelektual literasi rendah, nggak nyampai," ujar Tito, Senin (18/11).

"Sehingga alternatifnya asimetris mungkin, yaitu di daerah yang Index Democratic Maturity tinggi, ini Pilkada langsung. Yang rendah, maka ini mekanisme lain, apakah melalui DPD, DPRD seperti dulu. Tapi bagaimana reduce damage juga kalau problem di DPRD, bagaimana dengan independen tadi, mereka bisa terakomodir solusinya seperti apa?" ungkap Tito. https://bit.ly/2XwMjfb